Anjuran Panel:
|
|
Committee on Obstetric Practice ACOG (American College of
Obstetricians and Gynecologists) mengeluarkan Pendapat Komite1
sehubungan dengan cara kelahiran, menyarankan pertimbangan untuk kelahiran
sesar yang dijadwalkan (kelahiran sesar sebelum sakit kelahiran dan pecah
ketuban) untuk ibu terinfeksi HIV yang hamil dengan viral load HIV >1.000
mendekati saat melahirkan.2 Pada ibu dengan viral load HIV
<1.000, data terkait manfaat kelahiran sesar yang dijadwalkan tidak cukup
untuk menarik kesimpulan yang pasti; dengan demikian, keputusan tentang cara
kelahiran seharusnya disesuaikan secara individu. Ibu dalam keadaan itu harus
dikonseling secara cermat terkait dengan manfaat yang belum pasti dan risiko
yang diketahui terkait kelahiran sesar yang dijadwalkan.
Tingkat penularan dari ibu hamil yang menerima ART ke
bayinya adalah 1,2-1,5%, tidak disesuaikan berdasarkan cara kelahiran. Dengan
tingkat penularan yang rendah di antara ibu yang memakai ART, manfaat kelahiran
sesar yang dijadwalkan sulit dinilai. Data dari PACTG 367, penelitian penilaian
rekam medis yang melibatkan 2.756 ibu, menemukan tingkat penularan 34 (1,3%) di
antara 2.539 ibu yang memakai ART. Ibu dengan viral load HIV <1.000 yang
memakai ART memiliki tingkat penularan 0,8% dengan kelahiran sesar yang
dijadwalkan dan 0,5% pada semua cara kelahiran lain (OR 1,4; CI:95%; 0,2-6,4).3
Dalam laporan European Collaborative Study baru-baru ini, yang mencakup data
dari 4.525 ibu, tingkat penularan secara keseluruhan di antara subset ibu yang
memakai ART adalah 11 (1,2%) di antara 918.4 Di antara subset 560
ibu dengan viral load HIV tidak terdeteksi (≤ 200-500, tergantung tempat),
kelahiran sesar yang dijadwalkan dikaitkan dengan penurunan penularan pralahir
yang bermakna dalam analisis univariat (OR 0,07, CI:95%; 0,02-0,31, p =
0,0004). Namun, setelah disesuaikan untuk ART (tanpa ART banding memakai ART),
dampak itu tidak lagi bermakna (OR yang disesuaikan: 0,52, CI:95%; 0,14-2,03, p
= 0,359). Data itu tidak mengonfirmasi, juga tidak menolak, manfaat kelahiran
sesar yang dijadwalkan di antara ibu dengan viral load HIV <1.000 yang
menerima ART. Penelitian terhadap ibu dengan viral load HIV terdeteksi dan
memakai ART jumlahnya tidak cukup untuk menilai kemungkinan manfaat tambahan.
Pada ibu terinfeksi HIV yang datang dengan kehamilan lanjut
dan tidak menerima ART, mungkin hasil viral load HIV-nya belum tersedia sebelum
melahirkan. Tanpa ART, viral load HIV tidak mungkin <1.000. Bahkan apabila
ART segera dimulai, penurunan viral load HIV dalam darah ke tingkat tidak
terdeteksi biasanya membutuhkan beberapa minggu, tergantung viral load pada
awal.5 Kelahiran sesar yang dijadwalkan mungkin menyediakan manfaat
tambahan untuk mengurangi risiko penularan HIV pralahir bersamaan dengan
rejimen AZT tiga bagian PACTG 076 dan/atau ART, karena dimulai setelah usia
kehamilan sangat lanjut.
Apabila diputuskan untuk melakukan kelahiran sesar yang
dijadwalkan untuk mencegah penularan HIV, ACOG menyarankan kelahiran sesar
harus dilakukan pada 38 minggu kehamilan, ditentukan berdasarkan perkiraan
klinis dan sonografi terbaik dan mencegah amniosintesis.1,6 Bagi ibu
yang tidak terinfeksi HIV, pedoman ACOG untuk kelahiran sesar yang dijadwalkan
tanpa konfirmasi kematangan paru janin, mengusulkan ditunggu hingga 39 minggu
penuh atau permulaan sakit kelahiran untuk mencegah kemungkinan efek samping
kelahiran bayi prematur dan komplikasi pada bayi.7 Kelahiran sesar
pada 38 banding 39 minggu mengakibatkan peningkatan kecil namun bermakna pada
risiko pengembangan masalah pernapasan sehingga bayi perlu memakai alat bantu
pernapasan.8,9 Risiko yang meningkat itu harus diimbangi dengan
kemungkinan risiko sakit kelahiran atau pecah ketuban sebelum ibu mencapai usia
kehamilan 39 minggu.
Karena morbiditas menular pada ibu berpotensi meningkat
dengan kelahiran sesar bahkan di antara ibu yang tidak terinfeksi HIV,
penggunaan profilaksis antimikroba sebelum pembedahan pada umumnya disarankan
untuk melakukan kelahiran sesar. Walau belum ada penelitian terkontrol yang
menilai kemanjuran profilaksis antimikroba khusus untuk ibu terinfeksi HIV yang
melakukan kelahiran sesar yang dijadwalkan, dokter umumnya harus memberikan
antibiotik sebelum pembedahan untuk pasien terinfeksi HIV yang melakukan
kelahiran sesar.1,7 Antibiotik dengan spektrum sempit misalnya
kefazolin dipilih untuk meminimalisasi pilihan antibiotik yang resistan
terhadap organisme.
Tidak ada data yang tersedia untuk menjawab pertanyaan
tentang apakah melakukan bedah sesar segera setelah mulai sakit kelahiran atau
pecah ketuban untuk mempersingkat sakit kelahiran dan mencegah kelahiran vagina
mengurangi risiko penularan HIV pralahir apabila kelahiran sesar yang
dijadwalkan disarankan atau apabila sakit kelahiran berlangsung lebih lama.
Sebagian besar penelitian menunjukkan risiko penularan dengan kelahiran sesar
dilakukan setelah sakit kelahiran dan pecah ketuban akibat indikasi kandungan
adalah serupa dengan kelahiran vagina, walaupun masa pecah ketuban pada ibu itu
sering lebih dari empat jam dan viral load HIV tidak disertakan.10,11
Apabila dampak masa pecah ketuban ditunjukkan, risiko penularan dua kali lebih
tinggi di antara ibu dengan pecah ketuban di atas empat jam sebelum kelahiran,
dibandingkan ibu yang mengalami masa pecah ketuban lebih singkat, walaupun
risiko terus meningkat sejalan dengan peningkatan masa pecah ketuban. Tidak
diketahui apakah risiko itu berlaku pada ibu dengan viral load tidak terdeteksi
atau ibu yang memakai ART.
Apabila pembukaan vagina adalah terendah dan masa kelahiran
diperkirakan akan lama, dokter mungkin akan mulai memberi AZT infus dan
melakukan pembedahan sesar secepatnya untuk mempersingkat masa pecah ketuban
dan menghindari kelahiran vagina pada ibu yang memenuhi kriteria untuk
pembedahan sesar (yaitu, viral load HIV >1.000). AZT infus harus tetap
diberikan sampai dengan tali pusar diputus. Pilihan lain, dokter mungkin mulai
menambahkan oksitosin untuk meningkatkan kontraksi dan berpotensi mempercepat
kelahiran. Apabila kelahiran berlangsung cepat, ibu harus dibiarkan melahirkan
secara normal melalui vagina. Apabila ibu dibiarkan melahirkan, elektrode pada
kepala bayi dan pemantauan invasif lain serta bantuan kelahiran vagina lain
harus dihindari apabila dimungkinkan.
Apabila pecah ketuban terjadi sebelum 37 minggu kehamilan,
keputusan tentang cara kelahiran harus berdasarkan usia kandungan, viral load
HIV, rejimen ARV yang dipakai dan bukti infeksi akut (misalnya:
korioamnionitis); konsultasi dengan ahli kandungan dianjurkan. Rejimen ARV
harus dilanjutkan dan mempertimbangkan memulai AZT infus.
Risiko morbiditas ibu berdasarkan cara kelahiran
Anjuran Panel:
|
|
Di antara ibu yang tidak terinfeksi HIV, morbiditas dan
mortalitas ibu lebih tinggi setelah kelahiran sesar dibandingkan kelahiran
vagina. Komplikasi, khususnya infeksi pascalahir, kurang lebih 5-7 kali lebih
tinggi setelah kelahiran sesar yang dilakukan setelah kesakitan lahir atau
pecah ketuban dibandingkan kelahiran vagina.12,13 Komplikasi setelah
kelahiran sesar yang dijadwalkan lebih umum dibandingkan kelahiran vagina,
tetapi lebih rendah pada kelahiran sesar mendesak.14-18 Faktor yang
meningkatkan risiko komplikasi pascabedah termasuk status sosial ekonomi
rendah, infeksi vagina, kegemukan atau kurang gizi, merokok, dan masa kelahiran
atau pecah ketuban yang lebih lama.
Beberapa penelitian membandingkan tingkat komplikasi
pascalahir berdasarkan cara kelahiran pada ibu yang terinfeksi HIV. Dalam uji
coba secara acak tentang cara kelahiran di Eropa pada ibu hamil yang terinfeksi
HIV, tidak ada komplikasi berat yang muncul pada kelompok kelahiran sesar
maupun kelahiran vagina, walaupun demam pascalahir muncul lebih banyak pada ibu
dengan kelahiran sesar dibandingkan kelahiran vagina.10 Dalam
sejumlah penelitian pengamatan kohort, endometritis, infeksi luka, pneumonia,
atau demam pascalahir meningkat pada ibu terinfeksi HIV yang melakukan
kelahiran sesar dibandingkan kelahiran vagina, tetapi satu penelitian tidak
membedakan kelahiran sesar mendesak dengan yang dijadwalkan, dan dalam
penelitian yang telah lebih lama ini, kelahiran sesar yang dijadwalkan tidak
dilakukan untuk mencegah penularan HIV tetapi karena petunjuk pembedahan
(misalnya, kelahiran sesar sebelumnya atau peningkatan tekanan darah (pre-eclampsia)
berat), yang dapat meningkatkan tingkat komplikasi yang diamati.19,20
Dalam penelitian yang lebih baru yang melibatkan kohort ibu yang terinfeksi HIV
dengan lebih banyak ibu yang melakukan kelahiran sesar yang dijadwalkan
khususnya untuk mencegah penularan HIV, morbiditas febril (demam) meningkat di
antara ibu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah yang melakukan
kelahiran sesar yang dijadwalkan dibandingkan kelahiran vagina.20
Sejumlah penelitian membandingkan tingkat komplikasi
berdasarkan cara kelahiran di antara ibu yang terinfeksi dan tidak terinfeksi
HIV. Dalam penelitian European HIV in Obstetrics Group, frekuensi komplikasi
besar dan kecil lebih tinggi pada ibu yang terinfeksi HIV yang melakukan
kelahiran sesar dibandingkan dengan kelahiran vagina dan meningkat dibandingkan
pasangan kontrolnya ibu yang tidak terinfeksi HIV, tetapi perbedaan relatif
pada komplikasi kelahiran sesar dan vagina adalah serupa ibu yang terinfeksi
dan tidak terinfeksi HIV.21 Selain penelitian European HIV in
Obstetrics Group, sembilan penelitian lain telah membandingkan komplikasi
pascabedah antara ibu yang terinfeksi HIV dan ibu yang tidak terinfeksi yang
serupa.22-30 Banyak penelitian yang dilakukan secara retrospektif.
Dua penelitian menemukan hasil yang serupa pada ibu yang terinfeksi HIV
dibandingkan kelompok kontrol, sementara tujuh penelitian menemukan peningkatan
komplikasi ringan pada ibu yang terinfeksi HIV, misalnya demam pascabedah,
anemia ringan atau pneumonia. Dalam kelima penelitian yang dikaji, peningkatan
risiko komplikasi tampak pada ibu yang terinfeksi HIV dengan penyakit yang
lebih lanjut berdasarkan jumlah atau persentase limfosit CD4, sesuai dengan
penelitian kohort.19,20
Sebagian ringkasan, data menunjukkan bahwa kelahiran sesar
dikaitkan dengan risiko yang agak lebih besar di antara ibu yang terinfeksi HIV
dibandingkan yang diamati pada ibu yang tidak terinfeksi HIV, dengan perbedaan
yang paling bermakna dengan penyakit yang lebih lanjut. Kelahiran sesar yang
dijadwalkan untuk mencegah penularan HIV lebih berisiko dibandingkan kelahiran
vagina dan berisiko lebih rendah dibandingkan kelahiran sesar mendesak atau
darurat. Tingkat komplikasi pada sebagian besar penelitian berada pada kisaran
yang dilaporkan pada populasi ibu yang tidak terinfeksi HIV dengan faktor
risiko yang serupa, dan frekuensinya tidak cukup sering atau cukup berat untuk
mengalahkan kemungkinan manfaat pengurangan penularan di antara ibu yang paling
berisiko terhadap penularan. Ibu yang terinfeksi HIV harus dikonseling terkait
dengan peningkatan risiko dan kemungkinan manfaat terkait dengan kelahiran
sesar berdasarkan viral load HIV dan ART yang ada saat ini.
Referensi:
- American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG practice bulletin number 47, October 2003: Prophylactic Antibiotics in Labor and Delivery. Obstet Gynecol, 2003. 102(4):875-82. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14551023
- Committee on Obstetric Practice. ACOG committee opinion scheduled Cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV infection. Number 234, May 2000 (replaces number 219, August 1999). Int J Gynaecol Obstet, 2001 Jun;73(3):279-81. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11424912
- Shapiro D, Tuomala R, Pollack H, et al. Mother-to child HIV transmission risk according to antiretroviral therapy, mode of delivery, and viral load in 2895 U.S. women (PACTG 367). 11th Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections; February 8-11, 2004; San Francisco, CA. Abstract 99.
- European Collaborative Study. Mother-to-child transmission of HIV infection in the era of highly active antiretroviral therapy. Clin Infect Dis, 2005. 40(3):458-65. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15668871
- European Collaborative Study, Patel D, Cortina-Borja M, et al. Time to undetectable viral load after highly active antiretroviral therapy initiation among HIV-infected pregnant women. Clin Infect Dis, 2007. 44(12):1647-56. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17516411
- ACOG educational bulletin. Assessment of fetal lung maturity. Number 230, November 1996. Committee on Educational Bulletins of the American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstet, 1997 Feb; 56(2):191-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9061400
- ACOG educational bulletin. Antimicrobial therapy for obstetric patients. Number 245, March 1998 (replaces no. 117, June 1988). American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstet, 1998 Jun; 61(3):299-308. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9688495
- Parilla BV, Dooley SL, Jansen RD, et al. Iatrogenic respiratory distress syndrome following elective repeat cesarean delivery. Obstet Gynecol, 1993. 81(3):392-5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8437793
- Madar J, Richmond S and Hey E. Surfactant-deficient respiratory distress after elective delivery at “term”. Acta Paediatr, 1999. 88(11):1244-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10591427
- Elective caesarean-section versus vaginal delivery in prevention of vertical HIV-1 transmission: a randomised clinical trial. The European Mode of Delivery Collaboration. Lancet, 1999. 353(9158):1035-9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10199349
- Kind C, Rudin C, Siegrist CA, et al. Prevention of vertical HIV transmission: additive protective effect of elective cesarean section and zidovudine prophylaxis. AIDS, 1998. 12(2):205-10. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9468370
- Nielsen TF, Hokegard KH. Postoperative cesarean section morbidity: a prospective study. Am J Obstet Gynecol, 1983. 146(8):911-5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6881224
- Hebert PR, Reed G, Entman SS, et al. Serious maternal morbidity after childbirth: prolonged hospital stays and readmissions. Obstet Gynecol, 1999. 94(6):942-7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10576180
- Roman J, Bakos O and Cnattingius S. Pregnancy outcomes by mode of delivery among term breech births: Swedish experience 1987-1993. Obstet Gynecol, 1998. 92(6):945-50. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9840555
- Gregory KD, Henry OA, Ramicone E, et al. Maternal and infant complications in high and normal weight infants by method of delivery. Obstet Gynecol, 1998. 92(4 Pt 1):507-13. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9764620
- Schiff E, Friedman SA, Mashiach S, et al. Maternal and neonatal outcome of 846 term singleton breech deliveries: seven-year experience at a single center. Am J Obstet Gynecol, 1996. 175(1):18-23. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8694048
- van Ham MA, van Dongen PW and Mulder J. Maternal consequences of caesarean section. A retrospective study of intra-operative and postoperative maternal complications of caesarean section during a 10-year period. Eur J Obstet Gynecol Repro Biol, 1997. 74(1):1-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9243191
- McMahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Jr., et al. Comparison of a trial of labor with an elective second cesarean section. N Engl J Med, 1996. 335(10):689-95. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8703167
- Read JS, Tuomala R, Kpamegan E, et al. Mode of delivery and postpartum morbidity among HIV-infected women: the Women and Infants Transmission Study. J Acquir Immune Defic Syndr, 2001. 26(3):236-45. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11242196
- Marcollet A, Goffinet F, Firtion G, et al. Differences in postpartum morbidity in women who are infected with the human immunodeficiency virus after elective cesarean delivery, emergency cesarean delivery, or vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol, 2002. 186(4):784-9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11967508
- Fiore S, Newell ML, Thorne C, et al. Higher rates of post-partum complications in HIV-infected than in uninfected women irrespective of mode of delivery. AIDS, 2004. 18(6):933-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15060441
- Semprini AE, Castagna C, Ravizza M, et al. The incidence of complications after caesarean section in 156 HIV-positive women. AIDS, 1995. 9(8):913-7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7576327
- Grubert TA, Reindell D, Kastner R, et al. Complications after caesarean section in HIV-1-infected women not taking antiretroviral treatment. Lancet, 1999. 354(9190):1612-3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10560681
- Maiques-Montesinos V, Cervera-Sanchez J, Bellver-Pradas J, et al. Post-cesarean section morbidity in HIV-positive women. Acta Obstet Gynecol Scand, 1999. 78(9):789-92. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10535342
- Vimercati A, Greco P, Loverro G, et al. Maternal complications after caesarean section in HIV infected women. Europ J Obstet Gynecol Reprod Biol, 2000. 90(1):73-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10767514
- Rodriguez EJ, Spann C, Jamieson D, et al. Postoperative morbidity associated with cesarean delivery among human immunodeficiency virus-seropositive women. Am J Obstet Gynecol, 2001. 184(6):1108-11. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11349171
- Urbani G, de Vries MMJ, Cronje HS, et al. Complications associated with cesarean section in HIV-infected patients. Internatl J Gynecol Obstet, 2001. 74(1):9-15. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11430935
- Avidan MS, Groves P, Blott M, et al. Low complication rate associated with cesarean section under spinal anesthesia for HIV-1-infected women on antiretroviral therapy. Anesthesiology, 2002. 97(2):320-4. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12151919
- Panburana P, Phaupradit W, Tantisirin O, et al. Maternal complications after Caesarean section in HIV-infected pregnant women. Aust N Z J Obstet Gynaecol, 2003. 43(2):160-3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14712975
- Ferrero S, Bentivoglio G. Post-operative complications after caesarean section in HIV-infected women. Arch Gynecol Obstet, 2003. 268(4):268-73. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14504867
Artikel
asli: TRANSMISSION AND MODE OF DELIVERY, dkutip dari Public Health Service
Task Force Recommendations for Use of Antiretroviral Drugs in Pregnant
HIV-Infected Women for Maternal Health and Interventions to Reduce Perinatal
HIV Transmission in the United States, halaman 65-68
Latar belakang
Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan
oleh ibu yang HIV-positif akan terinfeksi. Seperti dijelaskan pada gambar
berikut, sebenarnya 60–75% anak tersebut tidak terinfeksi, walaupun tidak ada
intervensi apa pun. Rata-rata 30% terinfeksi, dengan 5% dalam kandungan, 15%
waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini, kita dapat mulai lihat intervensi
yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular – intervensi yang
disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau sering ada yang
memakai singkatan PMTCT (prevention of mother-to-child transmission).
Adalah penting kita – dan masyarakat umum – mengetahui bahwa dalam keadaan
terburuk, paling 40% bayi terinfeksi.
Faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu-ke-bayi
Risiko penularan dari ibu-ke-bayi adalah lebih tinggi bila:
- viral load perempuan di atas 1.000;
- ada infeksi plasenta – tampaknya malaria dapat mempengaruhi ini;
- perempuan terinfeksi suatu IMS; dan
- bila gizi perempuan kurang.
Risiko juga ditingkatkan oleh intervensi yang keras waktu
lahir (seperti membantu persalinan dengan cara menyedot kepala bayi), dan bila
si ibu menyusui bayi sekaligus memberi pengganti ASI.
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting
adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa hanya si
bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, PASTI si
bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status
HIV si bayi.
Mengapa? Kita sering salah ngomong bahwa salah satu cairan
tubuh manusia yang mengandung HIV adalah ‘cairan sperma’. Ini SALAH! Yang
mengandung virus pada laki-laki yang HIV-positif adalah air mani, BUKAN sperma.
Hal ini ibarat ikan dalam air laut: airnya mengandung virus, bukan ikan. Sperma
tidak mengandung virus, dan oleh karena itu, telur si ibu TIDAK dapat
ditularkan oleh sperma!
Jelas, bila si perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan
hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya buat anak, ada risiko
si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada waktu tersebut, dia
sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi si laki-laki tidak dapat
langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita
menghindari infeksi HIV pada perempuan.
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak
diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi
viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan,
mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan
tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui
ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi
jauh di bawah 8%.
...agar ibu tidak tertular...
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada
perempuan. Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk
penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm
reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.
...dan cegah kehamilan yang tidak
diinginkan
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program
tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. Odha perempuan yang memakai
ART harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini,
mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.
Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan
memakai ART penuh sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada
janin. ART dapat diberikan walaupun dia tidak memenuhi kriteria untuk mulai
ART; setelah melahirkan bisa berhenti lagi bila masih tidak dibutuhkan.
Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk
perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis
3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau
mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.
Namun ada sedikit keraguan dengan rejimen yang sebaiknya
diberikan pada perempuan. Perempuan hamil tidak boleh diberikan efavirenz pada
triwulan pertama. Tetapi juga ada masalah dengan pemberian nevirapine pada
perempuan dengan CD4 yang masih tinggi: efek samping ruam dan hepatotoksisitas
(keracunan hati) lebih mungkin dialami oleh perempuan dengan di atas 250. Jadi
dibutuhkan pemantauan yang lebih ketat, sedikitnya pada beberapa minggu
pertama, bila nevirapine diberikan pada perempuan dengan CD4 di atas 250.
Namun sering kali si ibu baru tahu dirinya terinfeksi
setelah dia hamil. Mungkin ARV tidak terjangkau. Seperti dibahas, ibu hamil
tidak boleh memakai efavirenz pada triwulan pertama, tetapi mungkin nevirapine
menimbulkan efek samping. Bila dia pakai terapi TB, diusulkan dihindari
nevirapine, walaupun boleh tetap dipakai NNRTI ini bila tidak ada pilihan lain.
Dan apa dampak bila ART diberikan pada perempuan tetapi tidak pada suami yang
terinfeksi juga? Apakah si perempuan akan kasih obatnya pada suami, atau lebih
buruk lagi, obatnya dibagi dengan dia?
Makanan bayi
Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui
menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya
lebih dari 3% bayi di Indonesia meninggal akibat infeksi bakteri, yang sering
disebabkan oleh makanan atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi
pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi meninggal karena
malnutrisi. ASI memberi semuanya yang dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan
melawan infeksi. Jadi sering kali bayi lebih berisiko bila diberi PASI daripada
ASI dari ibu HIV-positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi
diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama, kemudian disapih mendadak,
kecuali...
...bila dapat dipastikan bahwa PASI secara eksklusif dapat
diberi dengan cara AFASS:
A
= Affordable (terjangkau)
F = Feasible (praktis)
A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S = Safe (aman)
S = Sustainable (kesinambungan)
F = Feasible (praktis)
A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S = Safe (aman)
S = Sustainable (kesinambungan)
Itu berarti tidak boleh disusui sama sekali. Ada banyak
masalah: mahalnya harga susu formula, sehingga sering bayi tidak diberi cukup;
kalau bayi menangis, ibu didesak untuk menyusuinya; ibu yang tidak menyusui
dianggap kurang memperhatikan bayi, atau melawan dengan asas; air yang dipakai
tidak bersih, atau campuran tidak disimpan secara aman; dan apakah PASI dapat
diberi terus-menerus.
ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI dari saat lahir
tanpa makanan atau minuman lain, termasuk air. ASI adalah sangat halus, mudah
diserap oleh perut/usus. Makanan lain lebih keras sehingga lapisan perut/usus
membuka agar diserap, membiarkan HIV dalam ASI menembus dan masuk darah bayi.
Jadi risiko penularan tertinggi bila bayi diberi ASI yang mengandung HIV,
bersamaan dengan makanan lain. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan antara
ibu, ayah dan petugas medis agar bayi langsung disusui setelah lahir, sebelum
diberi makanan/minuman lain. Setelah enam bulan, sebaiknya disapih secara
mendadak (berhenti total menyusui).
Saat ini di Indonesia, jarang kita
dapat bertemu dengan dokter kandungan atau dokter anak yang berpengetahuan
mengenai HIV, masalah perempuan dengan HIV, dan bagaimana mencegah penularan
HIV dari ibu-ke-bayi. Dengan semakin banyak perempuan terinfeksi HIV, sudah
waktunya setiap Pokja AIDS di rumah sakit rujukan AIDS melibatkan dokter
kandungan dan dokter anak. Sudah ada di rumah sakit kita?
Edit terakhir: 20 Desember 2008
Kelahiran sesar untuk ibu terinfeksi HIV: usulan dan
kontroversi
|
Denise J. Jamieson, MD, MPH, Jennifer S. Read, MD, MPH,
Athena P. Kourtis, MD, PhD, MPH, Tonji M. Durant, PhD, Margaret A. Lampe, RN,
MPH, Kenneth L. Dominguez, MD, MPH
Dua penelitian diterbitkan pada 1999 menunjukkan bahwa
kelahiran sesar sebelum mulai sakit kelahiran dan sebelum pecah ketuban
(kelahiran sesar pilihan) mengurangi risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi
(MTCT). Berdasarkan hasil ini, American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) dan Public Health Service (PHS) AS menganjurkan agar ibu
hamil terinfeksi HIV dengan viral load > 1.000 dapat konseling mengenai
manfaat kelahiran sesar pilihan. Sejak pedoman tersebut diterbitkan, angka
kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV di AS meningkat secara dramatis.
Morbiditas setelah lahir yang berat tidak umum, dan kelahiran sesar di antara
ibu terinfeksi HIV relatif aman dan hemat biaya. Namun sejumlah pertanyaan
penting tetap belum terjawab, termasuk apakah kelahiran sesar mempunyai
peranan di antara ibu terinfeksi HIV dengan viral load rendah atau yang
menerima terapi antiretroviral (ART).
|
Di AS, angka kelahiran sesar, didefinisikan sebagai jumlah
kelahiran sesar per 100 kelahiran hidup, meningkat secara bermakna selama
sepuluh tahun terakhir.1 Berbagai faktor menyumbang pada peningkatan
ini, termasuk perluasan indikasi untuk kelahiran sesar, ketergantungan yang
lebih besar terhadap pemantauan janin secara terus-menerus (yang mengakibatkan
peningkatan pada diagnosis masalah janin), kekhawatiran oleh dokter kandungan
mengenai pertanggungjawaban medis, dan, mungkin, permintaan oleh ibu tanpa
indikasi khusus.2,3,4 Sejajar dengan peningkatan pada angka sesar
keseluruhan, proporsi ibu terinfeksi HIV yang semakin tinggi melahirkan dengan
sesar.5 Di artikel ini, kami meninjau kembali bukti untuk pencegahan
MTCT melalui kelahiran sesar sebelum mulai sakit kelahiran dan sebelum pecah
ketuban, evolusi usulan mengenai cara melahirkan untuk ibu terinfeksi HIV,
kecenderungan pada cara melahirkan untuk ibu terinfeksi HIV, dan risiko terkait
serta hemat-biaya kelahiran sesar untuk mencegah MTCT. Akhirnya kami merangkum
pertanyaan yang belum terjawab mengenai peranan kelahiran sesar di antara ibu
terinfeksi HIV.
Manfaat kelahiran sesar dan evolusi usulan mengenai cara
kelahiran untuk ibu terinfeksi HIV
Penelitian pengamatan awal memberi kesan bahwa mungkin ada
peranan kelahiran sesar dalam pencegahan MTCT HIV. Beberapa penelitian terhadap
anak kembar yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV mencatat bahwa, di antara
kembar yang lahir melalui vagina, kembar yang pertama lebih mungkin terinfeksi
HIV dibandingkan yang kedua.6,7 Karena yang pertama lahir adalah
yang pertama melewati saluran kelahiran, dianggap bahwa dia yang paling
terpajan pada darah dan cairan saluran kelamin yang menular. Tambahan, yang
pertama lahir berada lebih lama pada saluran lahir.6 Hal ini
mendukung teori bahwa pajanan pada HIV di saluran lahir dapat memainkan peranan
penting dalam MTCT HIV dan bahwa kelahiran sesar mungkin bersifat melindungi
dengan membatasi pajanan pada darah dan cairan kelamin di saluran lahir.
Penelitian retrospektif dan prospektif lanjutan memberi hasil yang
bertentangan; beberapa penelitian melaporkan bahwa kelahiran sesar terkait
dengan risiko MTCT HIV yang lebih rendah,8,9,10,11,12 sementara
penelitian lain tidak menunjukkan hubungan apa pun antara cara kelahiran dan
penularan.13,14,15,16
Penelitian pengamatan awal ini mungkin mencapai hasil yang
bertentangan karena beberapa alasan. Satu masalah penting adalah bahwa sering
tidak mudah membedakan antara kelahiran sesar yang dilakukan sebelum mulai
sakit kelahiran dan yang dilakukan setelah kontraksi uterus, saat
mikrotransfusi darah ibu pada aliran janin dapat terjadi.17
Tambahan, agar mendapatkan dampak terbesar, kelahiran sesar harus dilakukan
sebelum pecah ketuban, karena setelah keutuhan ketuban dipengaruhi, risiko
penularan meningkat.18 Untuk membakukan peristilahan, istilah seksio
sesar pilihan (elective cesarean section) dipakai secara luas dengan
arti kelahiran sesar yang dilakukan sebelum mulai pecah ketuban.19
Sebagai alternatif, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
memakai istilah kelahiran sesar dijadwalkan (scheduled cesarean delivery)
agar dapat dibedakan dari penggunaan istilah pilihan yang lain dalam obstretik.20,21
Untuk selanjutnya dalam artikel ini, istilah kelahiran sesar pilihan dipakai
untuk mengartikan kelahiran sesar sebelum mulai sakit kelahiran dan sebelum
pecah ketuban.
Terobosan terjadi pada Juni 1998, waktu hasil awal dari dua
penelitian dipresentasikan pada Konferensi AIDS Sedunia ke-12 di Jenewa, Swiss,
yaitu satu uji coba klinis secara acak di berbagai pusat,22 dan
metaanalisis data pasien secara besar.23 Hasil penelitian ini diterbitkan
di 1999.18,24 Hasil dari uji coba secara acak, yang dilakukan di
enam negara Eropa, menunjukkan penuruan 80% pada angka MTCT di antara perempuan
yang dibagi pada kelompok kelahiran sesar pilihan. Saat cara kelahiran
dianalisis, kelahiran sesar setelah mulai sakit kelahiran dan/atau setelah
pecah ketuban menghasilkan angka MTCT yang menengah (8,8%), dibandingkan
kelahiran vagina (10,2%) dan kelahiran sesar pilihan (2,4%). Pada penelitian
ini, walau kelahiran sesar pilihan dikaitkan dengan pengurangan kemungkinan
penularan dibandingkan kelahiran vagina (rasio odds, 1,0; 95% CI,
0,1-0,8), kelahiran sesar setelah mulai sakit kelahiran dan/atau pecah ketuban
tidak dikaitkan dengan penurunan pada kemungkinan penularan dibandingkan
kelahiran vagina (rasio odds, 0,3; 95% CI, 0,3-3,7).24 Hasil
dari metaanalisis besar terhadap data pasien dari 15 penelitian kohort
prospektif menunjukkan bahwa kelahiran sesar pilihan dikaitkan dengan kurang
lebih 50% penurunan pada risiko MTCT.18 Hasil dari uji coba secara
acak dan metaanalisis data pasien adalah cukup sehingga ACOG mengeluarkan
petunjuk baru mengenai peranan kelahiran sesar pada pencegahan HIV perinatal.
Pada Agustus 1999, ACOG mengeluarkan pendapat panitia yang mengusulkan bahwa
ibu terinfeksi HIV ditawarkan kelahiran sesar yang dijadwalkan pada 38 minggu
usia kehamilan.21 Pendapat panitia ACOG awal diperbarui pada 2000.20
Usulan saat ini oleh ACOG20 dan Public Health Service (PHS) AS25
mengusulkan bahwa ibu hamil terinfeksi HIV dengan viral load >1000 diberi
konseling mengenai manfaat kelahiran sesar pilihan. Kelahiran sesar pilihan
harus dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu, berdasarkan estimasi klinis
terbaik usia kehamilan. Rejimen antiretroviral ibu sebelum lahir sebaiknya
tidak diganggu menjelang saat kelahiran. Tambahan, untuk kebanyakan perempuan,
AZT infus sebaiknya dimulai sedikitnya tiga jam sebelum pembedahan.
Kecenderungan pada angka kelahiran sesar di antara ibu
terinfeksi HIV
Sejak diterbitkan hasil uji coba klinis secara acak di Eropa24
dan metaanalisis terhadap data pasien dari Amerika Utara dan Eropa18
serta pedoman yang mengikutinya,20,25 angka kelahiran sesar di
antara ibu terinfeksi HIV meningkat secara dramatis.5 Di AS, angka
kelahiran sesar di sistem surveilans pediatrik dan penelitian longitudinal
kohort pediatrik HIV menunjukkan angka kelahiran sesar meningkat dua kali lipat
setelah Juni 1998, dari 20% menjadi hampir 50%.5 Sayangnya, pada
penelitian ini tidak mungkin membedakan antara kelahiran sesar pilihan dan
kelahiran sesar yang dilakukan setelah mulai sakit kelahiran atau pecah
ketuban. Tambahan, penelitian jenis ini terhadap kecenderungan dalam cara
kelahiran di AS belum diperbarui baru ini, sehingga tidak diketahui apakah
angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV terus meningkat atau menjadi
stabil selama beberapa tahun terakhir ini. Di Eropa, dengan angka kelahiran
sesar di antara ibu terinfeksi HIV umumnya lebih tinggi dibandingkan AS,18
peningkatan serupa pada angka kelahiran sesar dilaporkan setelah 1998.
Contohnya, dalam laporan baru dari Swedia, angka kelahiran sesar untuk ibu
terinfeksi HIV meningkat dari 8% pada 1985-1993 menjadi 44% pada 1994-1998 dan
80% pada 1999-2003.26 Angka yang lebih tinggi ini mungkin
mencerminkan kebijakan yang lebih agresif dengan menawarkan kelahiran sesar
pada semua perempuan, tidak tergantung pada viral load.27 European
Collaborative Study melaporkan bahwa angka kelahiran sesar di antara ibu
terinfeksi HIV meningkat dari 1997-2000, kemudian menurun sedikit, dan akhirnya
mulai meningkat lagi pada 2003. Penulis berpendapat bahwa fluktuasi ini
sebagian diakibatkan oleh peningkatan pada kelahiran sesar nonpilihan di antara
ibu yang merencanakan tindakan pilihan tetapi baru ditangani pada saat mulai
sakit kelahiran atau setelah pecah ketuban. Hasil ini mengakibatkan perubahan
pada kebijakan terhadap menjadwalkan kelahiran sesar pilihan lebih dini pada
kehamilan.28
Risiko terkait dan hemat-biaya kelahiran sesar untuk
pencegahan MTCT
Dalam menyimbangkan risiko dan manfaat kelahiran sesar
pilihan, manfaat pencegahan MTCT harus diimbangi secara hati-hati dibandingkan
peningkatan pada morbiditas atau mortalitas baik untuk ibu maupun untuk bayi,
serta juga peningkatan pada biaya dan waktu pemulihan. Sejumlah penelitian
membahas apakah ibu terinfeksi HIV mempunyai angka komplikasi pascabedah yang
lebih tinggi dibandingkan peserta kontrol tidak terinfeksi HIV. Kebanyakan
penelitian menunjukkan peningkatan pada morbiditas pascabedah, terutama
menular, pada ibu terinfeksi HIV dibandingkan peserta kontrol tidak terinfeksi,
dan risiko komplikasi berkorelasi dengan tingkat kerusakan kekebalan.27,29,30,31,32,33,34
Namun dari pandangan klinis, pertanyaan yang paling penting
adalah apakah kelahiran sesar meningkatkan risiko komplikasi untuk ibu terinfeksi
HIV dibandingkan kelahiran vagina atau dengan kelahiran sesar nonpilihan. Enam
penelititian24,35,36,37,38,39 yang menghadapi masalah ini baru saja
dirangkum pada peninjauan Cochrane.19 Peninjauan ini menyimpulkan
bahwa, di antara ibu terinfeksi HIV, kelahiran sesar nonpilihan terkait dengan
risiko paling tinggi terhadap morbiditas pascalahir, bahwa kelahiran sesar
pilihan berisiko menengah, dan kelahiran vagina berisiko morbiditas paling
rendah.
Sebagian besar morbiditas pascalahir adalah relatif minor,
termasuk demam, anemia, endometritis dan infeksi luka pascabedah. Penemuan dari
peninjauan ini memperkuat pentingnya usulan ACOG bahwa semua ibu yang melakukan
kelahiran sesar, tidak tergantung pada starus HIV-nya, harus menerima
profilaksis antibiotik.40 Kematian ibu jarang terjadi, dan
penelitian ini tidak mempunyai ukuran sampel yang cukup untuk menilai perbedaan
potensi pada angka mortalitas ibu. Walau morbiditas pascabedah jangka pendek
dapat lebih tinggi pada ibu terinfeksi HIV, tampaknya cara kelahiran tidak
terkait dengan dampak jangka lebih panjang, misalnya perkembangan penyakit HIV
selanjutnya.41
Pada rangkaian terbatas sumber daya, data terbatas untuk
memberi kesan bahwa risiko morbiditas42 dan mortalitas43
pascalahir di antara ibu terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar lebih
tinggi. Tambahan, mungkin sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk memberi
kelahiran sesar untuk semua ibu terinfeksi HIV pada rangkaian dengan prevalensi
HIV tinggi di antara perempuan hamil.
Mengenai risiko pada bayi berhubungan dengan kelahiran
sesar, belum ada penelitian yang menghadapi ini di antara bayi terlahir oleh
ibu terinfeksi HIV. Namun, diketahui dari penelitian terhadap ibu tidak
terinfeksi HIV bahwa risiko terbesar pada bayi terkait dengan kelahiran sesar
pilihan adalah lahir dini iatrogenik dan dampaknya.44 Untuk
mengurangi kemungkinan mulai sakit kelahiran atau pecah ketuban sebelum
kelahiran, ACOG mengusulkan bahwa kelahiran sesar pilihan untuk ibu terinfeksi
HIV dijadwalkan pada 38 minggu penuh, yaitu satu minggu sebelum yang diusulkan
untuk ibu tidak terinfeksi HIV.20 Karena amniosentesis harus
dihindari pada ibu terinfeksi HIV, dokter sebaiknya memakai estimasi klinis
terbaik untuk usia kehamilan, daripada dokumentasi kematangan paru janin.20
Pada ibu terinfeksi HIV yang hamil, kelahiran lebih dini (38 banding 39 minggu)
tanpa dokumentasi kematangan paru janin secara teoretis dapat mengakibatkan
kelahiran dini iatrogenik, walau tidak ada data untuk mendukung atau menyangkal
ini. Adalah penting untuk memantau angka morbiditas bayi akibat kelahiran dini
iatrogenik dalam rangkaian ini.
Kelahiran sesar pilihan ditunjuk relatif efektif biaya45,46,47
dan, pada beberapa kasus hemat biaya.45,48 Namun analisis ini
membidik terutama pada perempuan yang hanya menerima AZT sebelum dan saat
kelahiran, dan menganggap angka penularan relatif tinggi.45,46,47,48
Karena model hemat-biaya ini sangat peka terhadap perubahan pada angka MTCT,45,46
bila anggapan mengenai efektivitas kombinasi rejimen antiretroviral yang lebih
tinggi dimasukkan, biaya/manfaat kelahiran sesar dikurangi secara bermakna.45,46
Sebaliknya, karena biaya mengobati morbiditas pascalahir adalah relatif rendah
dibandingkan mengobati penyakit HIV pediatrik, model ini relatif stabil pada
serangkaian angka morbiditas pascalahir yang sangat luas.45,46
Namun, dengan serangkaian anggapan yang sangat luas, kelahiran sesar pilihan
tetap relatif hemat-biaya.
Pertanyaan klinis belum terjawab
Pedoman ACOG awal21 bersifat hati-hati mengenai
peranan kelahiran sesar pilihan pada ibu hamil dengan viral load yang rendah,
dan uji coba klinis secara acak24 dan juga metaanalisis18
tidak dapat menghadapi masalah ini. Karena penelitian ini dilakukan sebelum
tersedianya tes viral load, penelitian ini tidak dapat memasukkan penyesuaian
untuk viral load, yang sekarang diketahui sangat penting dalam penentuan risiko
MTCT.49 Waktu diperbarui pada Mei 2000, pedoman ACOG lebih lanjut
mengusulkan bahwa ibu dengan viral load >1.000 harus diberi konseling
mengenai manfaat kelahiran sesar.20 Pedoman diperbarui ini menyebut
hasil dari Women and Infants Transmission Study, sebuah penelitian kohort
prospektif. Dalam analisis ini, tidak dilaporkan penularan di antara 57
perempuan dengan viral load <1.000.50 Untuk perempuan dengan
viral load <1.000, pedoman ACOG menyatakan bahwa tidak ada data yang cukup
untuk memberi usulan mengenai cara kelahiran. Pedoman PHS AS51
serupa dengan pedoman ACOG, dan mendukung kelahiran sesar pilihan untuk
perempuan dengan viral load >1.00025 dan mendorong penelitian
klinis tambahan mengenai peranan potensi untuk kelahiran sesar pilihan dalam
mengurangi MTCT di antara perempuan dengan viral load tidak terdeteksi.
Satu pertanyaan terkait lain yang belum terjawab adalah
apakah kelahiran sesar pilihan bermanfaat dalam pencegahan MTCT pada perempuan
yang menerima ART. Baik uji coba klinis acak24 dan metaanalisis
pasien data18 melibatkan terutama perempuan yang tidak menerima
antiretroviral atau hanya menerima AZT. Pada uji coba secara acak, walau lebih
dari separuh perempuan menerima AZT selama kehamilan, hanya sedikit perempuan
menerima ART.24 Pada metaanalisis pasien data, >70% pasangan
ibu-bayi tidak menerima antiretroviral apa pun selama masa pralahir, saat lahir
atau pascalahir.18 Karena risiko penularan sudah dikurangi secara
bermakna untuk perempuan yang memakai ART sebelum lahir (yaitu angka penularan
1-2%),52,53 penelitian dengan sampel yang sangat besar akan
dibutuhkan untuk mendeteksi pengurangan lanjutan akibat kelahiran sesar
pilihan.
Namun ada beberapa penelitian yang memberi penjelasan
mengenai apakah kelahiran sesar pilihan memberi manfaat tambahan di antara perempuan
dengan viral load yang rendah waktu memerima ART. Pada metaanalisis data pasien
terhadap 1.202 perempuan dengan viral load dalam darah <1.000, kelahiran
sesar adalah prediktor independen risiko penularan di analisis yang mengontrol
untuk penerimaan antiretroviral oleh ibu. Harus dicatat bahwa, di antara
perempuan yang melakukan kelahiran sesar , tidak ada satu pun kasus penularan
di antara 270 perempuan yang menerima ART, sementara ada lima kasus penularan
di antara 66 perempuan yang tidak menerima antiretroviral. Namun, penelitian
ini tidak mampu membedakan sesar pilihan dan nonpilihan.54 Dalam
laporan baru dari European Collaborative Study,28 kelahiran sesar
pilihan berhubungan secara independen dengan risiko penularan di analisis yang
menyesuaikan untuk viral load ibu dan ART ibu. Bila dibatasi pada 560 perempuan
dengan viral load yang tidak terdeteksi, kelahiran sesar pilihan bersifat
mencegah dalam analisis univariat. Namun bila disesuaikan untuk penggunaan ARV
oleh ibu (tidak pakai banding pakai apa saja), hubungan antara kelahiran sesar
pilihan dan risiko penularan tidak lagi bermakna secara statistik (rasio odds
disesuaikan, 0,52; 95% CI, 0,14-2,03). Tidak jelas apakah hasil ini berarti
tidak ada dampak melindungi yang benar, atau apakah penelitian tidak mempunyai
kekuatan statistik yang cukup untuk mengungkap hubungan karena ukuran sampel
yang kecil. Oleh karena keterbatasannya, tidak satu pun penelitian ini28,54
menjawab secara pasti pertanyaan apakah kelahiran sesar pilihan berhubungan
dengan risiko MTCT yang lebih rendah di antara perempuan dengan viral load
tidak terdeteksi dalam era ART.
Satu lagi pertanyaan klinis yang belum terjawab adalah
berapa lama setelah mulai sakit kelahiran atau pecah ketuban manfaat kelahiran
sesar hilang. Walau penelitian awal membagi waktu pecah ketuban menjadi dua dan
menemukan bahwa pecah ketuban lebih dari empat jam berhubungan dengan
peningkatan pada risiko penularan hampir dua kali lipat,15 sebuah
metaanalisis data pasien kemudian menunjukkan risiko MTCT yang meningkat
terus-menerus, dengan risiko penularan meningkat kurang lebih 2% untuk setiap
jam setelah pecah ketuban.55 Oleh karena itu, bagaimana dapat
dikonseling seorang ibu yang berencana kelahiran sesar pilihan, tetapi tiba
dengan sakit kelahiran awal atau segera setelah pecah ketuban? Pada keadaan
itu, bila diperkirakan akan terjadi masa kelahiran yang panjang, beberapa
dokter mungkin memilih melakukan sesar, sementara yang lain mungkin memilih
meneruskan kelahiran vagina yang dipercepat. Bagaimana kasus perempuan
terinfeksi HIV dengan viral load yang tinggi, yang tiba dengan sakit kelahiran
prawaktu atau pecah ketuban prawaktu yang lebih dini? Dalam keadaan ini, cara
dan waktu kelahiran terpilih harus dikhususkan berdasarkan keadaan klinis
tertentu.
Pertanyaan lain muncul dari keadaan klinis dengan tidak
diketahui viral load dalam darah. Contohnya, umpamakan ada perempuan yang tiba
dengan kehamilan tua; dia tidak menerima ART, dan hasil viral load kemungkinan
tidak akan tersedia sebelum dia melahirkan. Dalam keadaan ini, kemungkinan
viral loadnya tidak akan tertekan secara cukup sebelum melahirkan, dan
perempuan itu harus diberi konseling bahwa kelahiran sesar pilihan kemungkinan
akan mengurangi risiko penularannya.
Komentar
Di antara perempuan terinfeksi HIV yang hamil, kelahiran
sesar sebelum sakit kelahiran dan sebelum pecah ketuban ditunjuk sebagai aman
dan efektif untuk mengurangi risiko MTCT HIV. Namun manfaat kelahiran sesar
dalam pencegahan MTCT harus diimbangi dengan kemungkinan ada peningkatan pada
morbiditas ibu dan bayi, serta biaya untuk kelahiran sesar. Di AS, manfaat
kelahiran sesar untuk perempuan dengan viral load >1.000 umumnya lebih besar
daripada risiko lebih tinggi terhadap morbiditas pascabedah yang minor. Namun
tetap ada sejumlah pertanyaan penting yang belum terjawab, misalnya berapa
cepat setelah sakit kelahiran atau pecah ketuban manfaat kelahiran sesar
hilang, dan apakah kelahiran sesar mempunyai peranan pada perempuan dengan
viral load HIV yang rendah dengan memakai ART. Lagi pula, harus didefinisikan
secara lebih baik peranan kelahiran sesar pilihan yang sesuai, bila ada, dalam
berbagai rangkaian terbatas sumber daya dengan berbagai tingkat prasarana medis
dan prevalensi HIV, terutama dengan peningkatan pada ketersediaan ART pada rangkaian
ini.
Referensi
1. Hamilton BE, Martin JA, Ventura SJ, Sutton PD, Menacker
F. Births: preliminary data for 2004. Natl Vital Stat Rep. 2005;54:1–17.
2. Meikle SF, Steiner CA, Zhang J, Lawrence WL. A national
estimate of the elective primary cesarean delivery rate. Obstet Gynecol.
2005;105:751–756.
3. Ryan K, Schnatz P, Greene J, Curry S. Change in cesarean
section rate as a reflection of the present malpractice crisis. Conn Med.
2005;69:139–141.
4. Martin JA, Hamilton BE, Sutton PD, Ventura SJ, Menacker
F, Munson ML. Births: final data for 2003. Natl Vital Stat Rep. 2005;54:1–116.
5. Dominguez KL, Lindegren ML, D’Almada PJ, et al..
Increasing trend of cesarean deliveries in HIV-infected women in the United
States from 1994 to 2000. J Acquir Immune Defic Syndr 2003;33:232–238.
6. Duliege AM, Amos CI, Felton S, Biggar RJ, Goedert JJ.
Birth order, delivery route, and concordance in the transmission of human
immunodeficiency virus type 1 from mothers to twins: International Registry of
HIV-Exposed Twins. J Pediatr. 1995;126:625–632.
7. Goedert JJ, Duliege AM, Amos CI, Felton S, Biggar RJ.
High risk of HIV-1 infection for first-born twins: the International Registry
of HIV-exposed Twins. Lancet. 1991;338:1471–1475.
8. Italian Multicentre Study. Epidemiology, clinical
features, and prognostic factors of paediatric HIV infection. Lancet.
1988;2:1043–1046.
9. Kind C, Rudin C, Siegrist CA, et al.. Prevention of
vertical HIV transmission: additive protective effect of elective cesarean
section and zidovudine prophylaxis: Swiss Neonatal HIV study group. AIDS.
1998;12:205–210.
10. Kuhn L, Bobat R, Coutsoudis A, et al.. Cesarean
deliveries and maternal-infant HIV transmission: results from a prospective
study in South Africa. J Acquir Immune Defic Syndr Hum Retrovirol.
1996;11:478–483.
11. Maguire A, Sanchez E, Fortuny C, Casabona J. Potential
risk factors for vertical HIV-1 transmission in Catalonia, Spain: the
protective role of cesarean section: the Working Group on HIV-1 Vertical
Transmission in Catalonia. AIDS. 1997;11:1851–1857.
12. The European Collaborative Study. Caesarean section and
risk of vertical transmission of HIV-1 infection. Lancet. 1994;343:1464–1467.
13. Hutto C, Parks WP, Lai SH, et al.. A hospital-based
prospective study of perinatal infection with human immunodeficiency virus type
1. J Pediatr. 1991;118:347–353.
14. Boyer PJ, Dillon M, Navaie M, et al.. Factors predictive
of maternal-fetal transmission of HIV-1: preliminary analysis of zidovudine
given during pregnancy and/or delivery. JAMA. 1994;271:1925–1930.
15. Landesman SH, Kalish LA, Burns DN, et al.. Obstetrical
factors and the transmission of human immunodeficiency virus type 1 from mother
to child: the Women and Infants Transmission study. N Engl J Med.
1996;334:1617–1623.
16. Simonds RJ, Steketee R, Nesheim S, et al.. Impact of
zidovudine use on risk and risk factors for perinatal transmission of HIV:
perinatal AIDS Collaborative Transmission studies. AIDS. 1998;12:301–308.
17. Kourtis AP, Bulterys M, Nesheim SR, Lee FK. Understanding
the timing of HIV transmission from mother to infant. JAMA. 2001;285:709–712.
18. International Perinatal HIV Group. The mode of delivery
and the risk of vertical transmission of human immunodeficiency virus type 1: a
meta-analysis of 15 prospective cohort studies. N Engl J Med. 1999;340:977–987.
19. Read JS, Newell MK. Efficacy and safety of cesarean
delivery for prevention of mother-to-child transmission of HIV-1. Cochrane
Database Syst Rev. 2005;4:CD005479.
20. American College of Obstetricians and Gynecologists.
Scheduled cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV
infection: ACOG committee opinion no.: 234 (replaces no.: 219). Int J Gynaecol
Obstet. 2001;73:279–281.
21. American College of Obstetricians and Gynecologists. Scheduled
cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV infection:
ACOG committee opinion no.: 219: Committee on Obstetric Practice. Int J
Gynaecol Obstet. 1999;66:305–306.
22. Semprini AE. An international randomized trial of mode
of delivery in HIV infected women. In: Conference Supplement for 12th World
AIDS Conference, June 1998, Geneva, Switzerland. 2006.
23. Read J. Mode of delivery and vertical transmission of
HIV-1: a meta-analysis from fifteen prospective cohort studies [abstract]. In:
Conference Supplement for 12th World AIDS Conference, June 1998, Geneva,
Switzerland. 2006.
24. European Mode of Delivery Collaboration. Elective
caesarean-section versus vaginal delivery in prevention of vertical HIV-1
transmission: a randomised clinical trial. Lancet. 1999;353:1035–1039.
25. Centers for Disease Control and Prevention. US Public
Health Service Task Force recommendations for use of antiretroviral drugs in
pregnant HIV-1-infected women for maternal health and interventions to reduce
perinatal HIV-1 transmission in the United States. MMWR Recomm Rep.
2002;51:1–38.
26. Naver L, Lindgren S, Belfrage E, et al.. Children born
to HIV-1-infected women in Sweden in 1982-2003: trends in epidemiology and
vertical transmission. J Acquir Immune Defic Syndr 2006;42:484–489.
27. Coll O, Fiore S, Floridia M, et al.. Pregnancy and HIV
infection: a European consensus on management. AIDS. 2002;16(suppl):S1–S18.
28. European Collaborative Study. Mother-to-child
transmission of HIV infection in the era of highly active antiretroviral
therapy. Clin Infect Dis. 2005;40:458–465.
29. Grubert TA, Reindell D, Kastner R, Lutz-Friedrich R,
Belohradsky BH, Dathe O. Complications after caesarean section in
HIV-1-infected women not taking antiretroviral treatment. Lancet.
1999;354:1612–1613.
30. Maiques-Montesinos V, Cervera-Sanchez J, Bellver-Pradas
J, bad-Carrascosa A, Serra-Serra V. Post-cesarean section morbidity in
HIV-positive women. Acta Obstet Gynecol Scand. 1999;78:789–792.
31. Rodriguez EJ, Spann C, Jamieson D, Lindsay M.
Postoperative morbidity associated with cesarean delivery among human
immunodeficiency virus-seropositive women. Am J Obstet Gynecol.
2001;184:1108–1111.
32. Semprini AE, Castagna C, Ravizza M, et al.. The
incidence of complications after caesarean section in 156 HIV-positive women.
AIDS. 1995;9:913–917.
33. Urbani G, de Vries MM, Cronje HS, Niemand I, Bam RH,
Beyer E. Complications associated with cesarean section in HIV-infected
patients. Int J Gynaecol Obstet. 2001;74:9–15.
34. Vimercati A, Greco P, Loverro G, Lopalco PL, Pansini V,
Selvaggi L. Maternal complications after caesarean section in HIV infected
women. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2000;90:73–76.
35. Faucher P, Batallan A, Bastian H, et al.. Management of
pregnant women infected with HIV at Bichat Hospital between 1990 and 1998:
analysis of 202 pregnancies. Gynecol Obstet Fertil. 2001;29:211–225.
36. Fiore S, Newell ML, Thorne C. Higher rates of
post-partum complications in HIV-infected than in uninfected women irrespective
of mode of delivery. AIDS. 2004;18:933–938.
37. Marcollet A, Goffinet F, Firtion G, et al.. Differences
in postpartum morbidity in women who are infected with the human
immunodeficiency virus after elective cesarean delivery, emergency cesarean
delivery, or vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol. 2002;186:784–789.
38. Read JS, Tuomala R, Kpamegan E, et al.. Mode of delivery
and postpartum morbidity among HIV-infected women: the women and infants
transmission study. J Acquir Immune Defic Syndr 2001;26:236–245.
39. Watts DH, Lambert JS, Stiehm ER, et al.. Complications
according to mode of delivery among human immunodeficiency virus-infected women
with CD4 lymphocyte counts of =500/µL. Am J Obstet Gynecol. 2000;183:100–107.
40. American College of Obstetricians and Gynecologists.
Prophylactic antibiotics in labor and delivery: ACOG practice bulletin no.: 47.
Obstet Gynecol. 2003;102:875–882.
41. Navas-Nacher EL, Read JS, Leighty RM, et al.. Mode of
delivery and postpartum HIV-1 disease progression: the Women and Infants
Transmission study. AIDS. 2006;20:429–436.
42. Bjorklund K, Mutyaba T, Nabunya E, Mirembe F. Incidence
of postcesarean infections in relation to HIV status in a setting with limited
resources. Acta Obstet Gynecol Scand. 2005;84:967–971.
43. Bulterys M, Chao A, Dushimimana A, Saah A. Fatal
complications after cesarean section in HIV-infected women. AIDS.
1996;10:923–924.
44. Miller JM. Maternal and neonatal morbidity and mortality
in cesarean section. Obstet Gynecol Clin North Am. 1988;15:629–638.
45. Halpern MT, Read JS, Ganoczy DA, Harris
DR. Cost-effectiveness of cesarean section delivery to prevent
mother-to-child transmission of HIV-1. AIDS. 2000;14:691–700.
46. Mrus JM, Goldie SJ, Weinstein MC, Tsevat J. The
cost-effectiveness of elective cesarean delivery for HIV-infected women with
detectable HIV RNA during pregnancy. AIDS. 2000;14:2543–2552.
47. Ratcliffe J, Ades AE, Gibb D, Sculpher MJ, Briggs AH.
Prevention of mother-to-child transmission of HIV-1 infection: alternative
strategies and their cost-effectiveness. AIDS. 1998;12:1381–1388.
48. Chen KT, Sell RL, Tuomala RE. Cost-effectiveness of
elective cesarean delivery in human immunodeficiency virus-infected women.
Obstet Gynecol. 2001;97:161–168.
49. Bulterys M, Nolan M, Jamieson DJ, Dominguez K, Fowler
MG. Advances in the prevention of mother-to-child HIV-1 transmission: current
issues, future challenges. AIDS Science. 2002;2(4):.
50. Garcia PM, Kalish LA, Pitt J, et al.. Maternal levels of
plasma human immunodeficiency virus type 1 RNA and the risk of perinatal
transmission: Women and Infants Transmission study group. N Engl J Med.
1999;341:394–402.
51. Public Health Service Task Force. Recommendations for
use of antiretroviral drugs in pregnant HIV-1 infected women for maternal
health and interventions to reduce perinatal HIV-1 transmission in the United
States. Last accessed: August 22, 2006. Available at: http://AIDSinfo.nih.gov.
52. Cooper ER, Charurat M, Mofenson L, et al.. Combination
antiretroviral strategies for the treatment of pregnant HIV-1-infected women
and prevention of perinatal HIV-1 transmission. J Acquir Immune Defic Syndr
2002;29:484–494.
53. Dorenbaum A, Cunningham CK, Gelber RD, et al.. Two-dose
intrapartum/newborn nevirapine and standard antiretroviral therapy to reduce
perinatal HIV transmission: a randomized trial. JAMA. 2002;288:189–198.
54. Ioannidis JP, Abrams EJ, Ammann A, et al.. Perinatal
transmission of human immunodeficiency virus type 1 by pregnant women with RNA
virus loads <1000 copies/mL. J Infect Dis. 2001;183:539–545.
55. International Perinatal HIV Group. Duration of ruptured
membranes and vertical transmission of HIV-1: a meta-analysis from 15
prospective cohort studies. AIDS. 2001;15:357–368.
Sumber: American Journal of Obstetrics & Gynecology,
Volume 197, Issue 3, Supplement, Pages S96-S100 (September 2007)
Edit terakhir: 31 Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar