Sabtu, 17 September 2011

PMTCT

Anjuran Panel:
  • Kelahiran sesar yang dijadwalkan pada 38 minggu kehamilan diusulkan untuk ibu dengan viral load HIV di atas 1.000 mendekati saat melahirkan (apakah menerima ARV sebagai profilaksis sebelum melahirkan atau tidak) dan untuk ibu dengan viral load tidak diketahui mendekati saat melahirkan.
  • Tidak jelas apakah kelahiran sesar setelah pecah ketuban atau mulai sakit kelahiran memberi manfaat terhadap pencegahan penularan dari ibu- ke-bayi. Penanganan ibu yang dijadwalkan untuk kelahiran sesar tetapi datang dengan pecah ketuban atau sudah mulai sakit kelahiran harus dikhususkan berdasarkan lamanya pecah ketuban, kelanjutan kelahiran, viral load, ART yang dipakai dan faktor klinis lain.
  • Data belum cukup untuk menilai potensi manfaat kelahiran sesar untuk pencegahan penularan dari ibu-ke-bayi pada ibu hamil yang menerima ART dengan viral load di bawah 1.000 mendekati saat melahirkan. Berdasarkan tingkat penularan yang rendah di kelompok ini, tidak ada kemungkinan bahwa kelahiran sesar yang dijadwalkan akan memberi manfaat tambahan dalam pengurangan penularan. Keputusan harus dikhususkan berdasarkan diskusi antara dokter kandungan dan ibu.
  • Walau belum ada uji coba klinis terkontrol untuk menilai efektivitas profilaksis antimikroba khusus untuk ibu terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar dijadwalkan, penggunaan profilaksis antibiotik pada saat kelahiran sesar umumnya diusulkan.
  • Ibu harus diberi tahu mengenai risiko terkait kelahiran sesar; risiko pada ibu harus diimbangkan dengan potensi manfaat diharapkan untuk bayi.
Committee on Obstetric Practice ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologists) mengeluarkan Pendapat Komite1 sehubungan dengan cara kelahiran, menyarankan pertimbangan untuk kelahiran sesar yang dijadwalkan (kelahiran sesar sebelum sakit kelahiran dan pecah ketuban) untuk ibu terinfeksi HIV yang hamil dengan viral load HIV >1.000 mendekati saat melahirkan.2 Pada ibu dengan viral load HIV <1.000, data terkait manfaat kelahiran sesar yang dijadwalkan tidak cukup untuk menarik kesimpulan yang pasti; dengan demikian, keputusan tentang cara kelahiran seharusnya disesuaikan secara individu. Ibu dalam keadaan itu harus dikonseling secara cermat terkait dengan manfaat yang belum pasti dan risiko yang diketahui terkait kelahiran sesar yang dijadwalkan.
Tingkat penularan dari ibu hamil yang menerima ART ke bayinya adalah 1,2-1,5%, tidak disesuaikan berdasarkan cara kelahiran. Dengan tingkat penularan yang rendah di antara ibu yang memakai ART, manfaat kelahiran sesar yang dijadwalkan sulit dinilai. Data dari PACTG 367, penelitian penilaian rekam medis yang melibatkan 2.756 ibu, menemukan tingkat penularan 34 (1,3%) di antara 2.539 ibu yang memakai ART. Ibu dengan viral load HIV <1.000 yang memakai ART memiliki tingkat penularan 0,8% dengan kelahiran sesar yang dijadwalkan dan 0,5% pada semua cara kelahiran lain (OR 1,4; CI:95%; 0,2-6,4).3 Dalam laporan European Collaborative Study baru-baru ini, yang mencakup data dari 4.525 ibu, tingkat penularan secara keseluruhan di antara subset ibu yang memakai ART adalah 11 (1,2%) di antara 918.4 Di antara subset 560 ibu dengan viral load HIV tidak terdeteksi (≤ 200-500, tergantung tempat), kelahiran sesar yang dijadwalkan dikaitkan dengan penurunan penularan pralahir yang bermakna dalam analisis univariat (OR 0,07, CI:95%; 0,02-0,31, p = 0,0004). Namun, setelah disesuaikan untuk ART (tanpa ART banding memakai ART), dampak itu tidak lagi bermakna (OR yang disesuaikan: 0,52, CI:95%; 0,14-2,03, p = 0,359). Data itu tidak mengonfirmasi, juga tidak menolak, manfaat kelahiran sesar yang dijadwalkan di antara ibu dengan viral load HIV <1.000 yang menerima ART. Penelitian terhadap ibu dengan viral load HIV terdeteksi dan memakai ART jumlahnya tidak cukup untuk menilai kemungkinan manfaat tambahan.
Pada ibu terinfeksi HIV yang datang dengan kehamilan lanjut dan tidak menerima ART, mungkin hasil viral load HIV-nya belum tersedia sebelum melahirkan. Tanpa ART, viral load HIV tidak mungkin <1.000. Bahkan apabila ART segera dimulai, penurunan viral load HIV dalam darah ke tingkat tidak terdeteksi biasanya membutuhkan beberapa minggu, tergantung viral load pada awal.5 Kelahiran sesar yang dijadwalkan mungkin menyediakan manfaat tambahan untuk mengurangi risiko penularan HIV pralahir bersamaan dengan rejimen AZT tiga bagian PACTG 076 dan/atau ART, karena dimulai setelah usia kehamilan sangat lanjut.
Apabila diputuskan untuk melakukan kelahiran sesar yang dijadwalkan untuk mencegah penularan HIV, ACOG menyarankan kelahiran sesar harus dilakukan pada 38 minggu kehamilan, ditentukan berdasarkan perkiraan klinis dan sonografi terbaik dan mencegah amniosintesis.1,6 Bagi ibu yang tidak terinfeksi HIV, pedoman ACOG untuk kelahiran sesar yang dijadwalkan tanpa konfirmasi kematangan paru janin, mengusulkan ditunggu hingga 39 minggu penuh atau permulaan sakit kelahiran untuk mencegah kemungkinan efek samping kelahiran bayi prematur dan komplikasi pada bayi.7 Kelahiran sesar pada 38 banding 39 minggu mengakibatkan peningkatan kecil namun bermakna pada risiko pengembangan masalah pernapasan sehingga bayi perlu memakai alat bantu pernapasan.8,9 Risiko yang meningkat itu harus diimbangi dengan kemungkinan risiko sakit kelahiran atau pecah ketuban sebelum ibu mencapai usia kehamilan 39 minggu.
Karena morbiditas menular pada ibu berpotensi meningkat dengan kelahiran sesar bahkan di antara ibu yang tidak terinfeksi HIV, penggunaan profilaksis antimikroba sebelum pembedahan pada umumnya disarankan untuk melakukan kelahiran sesar. Walau belum ada penelitian terkontrol yang menilai kemanjuran profilaksis antimikroba khusus untuk ibu terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar yang dijadwalkan, dokter umumnya harus memberikan antibiotik sebelum pembedahan untuk pasien terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar.1,7 Antibiotik dengan spektrum sempit misalnya kefazolin dipilih untuk meminimalisasi pilihan antibiotik yang resistan terhadap organisme.
Tidak ada data yang tersedia untuk menjawab pertanyaan tentang apakah melakukan bedah sesar segera setelah mulai sakit kelahiran atau pecah ketuban untuk mempersingkat sakit kelahiran dan mencegah kelahiran vagina mengurangi risiko penularan HIV pralahir apabila kelahiran sesar yang dijadwalkan disarankan atau apabila sakit kelahiran berlangsung lebih lama. Sebagian besar penelitian menunjukkan risiko penularan dengan kelahiran sesar dilakukan setelah sakit kelahiran dan pecah ketuban akibat indikasi kandungan adalah serupa dengan kelahiran vagina, walaupun masa pecah ketuban pada ibu itu sering lebih dari empat jam dan viral load HIV tidak disertakan.10,11 Apabila dampak masa pecah ketuban ditunjukkan, risiko penularan dua kali lebih tinggi di antara ibu dengan pecah ketuban di atas empat jam sebelum kelahiran, dibandingkan ibu yang mengalami masa pecah ketuban lebih singkat, walaupun risiko terus meningkat sejalan dengan peningkatan masa pecah ketuban. Tidak diketahui apakah risiko itu berlaku pada ibu dengan viral load tidak terdeteksi atau ibu yang memakai ART.
Apabila pembukaan vagina adalah terendah dan masa kelahiran diperkirakan akan lama, dokter mungkin akan mulai memberi AZT infus dan melakukan pembedahan sesar secepatnya untuk mempersingkat masa pecah ketuban dan menghindari kelahiran vagina pada ibu yang memenuhi kriteria untuk pembedahan sesar (yaitu, viral load HIV >1.000). AZT infus harus tetap diberikan sampai dengan tali pusar diputus. Pilihan lain, dokter mungkin mulai menambahkan oksitosin untuk meningkatkan kontraksi dan berpotensi mempercepat kelahiran. Apabila kelahiran berlangsung cepat, ibu harus dibiarkan melahirkan secara normal melalui vagina. Apabila ibu dibiarkan melahirkan, elektrode pada kepala bayi dan pemantauan invasif lain serta bantuan kelahiran vagina lain harus dihindari apabila dimungkinkan.
Apabila pecah ketuban terjadi sebelum 37 minggu kehamilan, keputusan tentang cara kelahiran harus berdasarkan usia kandungan, viral load HIV, rejimen ARV yang dipakai dan bukti infeksi akut (misalnya: korioamnionitis); konsultasi dengan ahli kandungan dianjurkan. Rejimen ARV harus dilanjutkan dan mempertimbangkan memulai AZT infus.
Risiko morbiditas ibu berdasarkan cara kelahiran
Anjuran Panel:
  • Kelahiran sesar dikaitkan dengan risiko komplikasi yang agak lebih tinggi di antara ibu terinfeksi HIV dibandingkan yang diamati ibu tidak terinfeksi HIV.
  • Risiko kelahiran sesar yang dijadwalkan lebih tinggi dibandingkan kelahiran vagina, dan lebih rendah dibandingkan kelahiran sesar darurat atau mendesak.
  • Frekuensi atau beratnya komplikasi tidak cukup untuk mengalahkan manfaat pengurangan penularan di antara ibu yang paling berisiko terhadap penularan.
  • Konseling harus disediakan sehubungan dengan peningkatan risiko dan potensi manfaat yang terkait dengan kelahiran sesar berdasarkan viral load HIV.
Di antara ibu yang tidak terinfeksi HIV, morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi setelah kelahiran sesar dibandingkan kelahiran vagina. Komplikasi, khususnya infeksi pascalahir, kurang lebih 5-7 kali lebih tinggi setelah kelahiran sesar yang dilakukan setelah kesakitan lahir atau pecah ketuban dibandingkan kelahiran vagina.12,13 Komplikasi setelah kelahiran sesar yang dijadwalkan lebih umum dibandingkan kelahiran vagina, tetapi lebih rendah pada kelahiran sesar mendesak.14-18 Faktor yang meningkatkan risiko komplikasi pascabedah termasuk status sosial ekonomi rendah, infeksi vagina, kegemukan atau kurang gizi, merokok, dan masa kelahiran atau pecah ketuban yang lebih lama.
Beberapa penelitian membandingkan tingkat komplikasi pascalahir berdasarkan cara kelahiran pada ibu yang terinfeksi HIV. Dalam uji coba secara acak tentang cara kelahiran di Eropa pada ibu hamil yang terinfeksi HIV, tidak ada komplikasi berat yang muncul pada kelompok kelahiran sesar maupun kelahiran vagina, walaupun demam pascalahir muncul lebih banyak pada ibu dengan kelahiran sesar dibandingkan kelahiran vagina.10 Dalam sejumlah penelitian pengamatan kohort, endometritis, infeksi luka, pneumonia, atau demam pascalahir meningkat pada ibu terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar dibandingkan kelahiran vagina, tetapi satu penelitian tidak membedakan kelahiran sesar mendesak dengan yang dijadwalkan, dan dalam penelitian yang telah lebih lama ini, kelahiran sesar yang dijadwalkan tidak dilakukan untuk mencegah penularan HIV tetapi karena petunjuk pembedahan (misalnya, kelahiran sesar sebelumnya atau peningkatan tekanan darah (pre-eclampsia) berat), yang dapat meningkatkan tingkat komplikasi yang diamati.19,20 Dalam penelitian yang lebih baru yang melibatkan kohort ibu yang terinfeksi HIV dengan lebih banyak ibu yang melakukan kelahiran sesar yang dijadwalkan khususnya untuk mencegah penularan HIV, morbiditas febril (demam) meningkat di antara ibu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah yang melakukan kelahiran sesar yang dijadwalkan dibandingkan kelahiran vagina.20
Sejumlah penelitian membandingkan tingkat komplikasi berdasarkan cara kelahiran di antara ibu yang terinfeksi dan tidak terinfeksi HIV. Dalam penelitian European HIV in Obstetrics Group, frekuensi komplikasi besar dan kecil lebih tinggi pada ibu yang terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar dibandingkan dengan kelahiran vagina dan meningkat dibandingkan pasangan kontrolnya ibu yang tidak terinfeksi HIV, tetapi perbedaan relatif pada komplikasi kelahiran sesar dan vagina adalah serupa ibu yang terinfeksi dan tidak terinfeksi HIV.21 Selain penelitian European HIV in Obstetrics Group, sembilan penelitian lain telah membandingkan komplikasi pascabedah antara ibu yang terinfeksi HIV dan ibu yang tidak terinfeksi yang serupa.22-30 Banyak penelitian yang dilakukan secara retrospektif. Dua penelitian menemukan hasil yang serupa pada ibu yang terinfeksi HIV dibandingkan kelompok kontrol, sementara tujuh penelitian menemukan peningkatan komplikasi ringan pada ibu yang terinfeksi HIV, misalnya demam pascabedah, anemia ringan atau pneumonia. Dalam kelima penelitian yang dikaji, peningkatan risiko komplikasi tampak pada ibu yang terinfeksi HIV dengan penyakit yang lebih lanjut berdasarkan jumlah atau persentase limfosit CD4, sesuai dengan penelitian kohort.19,20
Sebagian ringkasan, data menunjukkan bahwa kelahiran sesar dikaitkan dengan risiko yang agak lebih besar di antara ibu yang terinfeksi HIV dibandingkan yang diamati pada ibu yang tidak terinfeksi HIV, dengan perbedaan yang paling bermakna dengan penyakit yang lebih lanjut. Kelahiran sesar yang dijadwalkan untuk mencegah penularan HIV lebih berisiko dibandingkan kelahiran vagina dan berisiko lebih rendah dibandingkan kelahiran sesar mendesak atau darurat. Tingkat komplikasi pada sebagian besar penelitian berada pada kisaran yang dilaporkan pada populasi ibu yang tidak terinfeksi HIV dengan faktor risiko yang serupa, dan frekuensinya tidak cukup sering atau cukup berat untuk mengalahkan kemungkinan manfaat pengurangan penularan di antara ibu yang paling berisiko terhadap penularan. Ibu yang terinfeksi HIV harus dikonseling terkait dengan peningkatan risiko dan kemungkinan manfaat terkait dengan kelahiran sesar berdasarkan viral load HIV dan ART yang ada saat ini.
Referensi:
  1. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG practice bulletin number 47, October 2003: Prophylactic Antibiotics in Labor and Delivery. Obstet Gynecol, 2003. 102(4):875-82. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14551023
  2. Committee on Obstetric Practice. ACOG committee opinion scheduled Cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV infection. Number 234, May 2000 (replaces number 219, August 1999). Int J Gynaecol Obstet, 2001 Jun;73(3):279-81. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11424912
  3. Shapiro D, Tuomala R, Pollack H, et al. Mother-to child HIV transmission risk according to antiretroviral therapy, mode of delivery, and viral load in 2895 U.S. women (PACTG 367). 11th Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections; February 8-11, 2004; San Francisco, CA. Abstract 99.
  4. European Collaborative Study. Mother-to-child transmission of HIV infection in the era of highly active antiretroviral therapy. Clin Infect Dis, 2005. 40(3):458-65. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15668871
  5. European Collaborative Study, Patel D, Cortina-Borja M, et al. Time to undetectable viral load after highly active antiretroviral therapy initiation among HIV-infected pregnant women. Clin Infect Dis, 2007. 44(12):1647-56.     http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17516411
  6. ACOG educational bulletin. Assessment of fetal lung maturity. Number 230, November 1996. Committee on Educational Bulletins of the American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstet, 1997 Feb; 56(2):191-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9061400
  7. ACOG educational bulletin. Antimicrobial therapy for obstetric patients. Number 245, March 1998 (replaces no. 117, June 1988). American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstet, 1998 Jun; 61(3):299-308. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9688495
  8. Parilla BV, Dooley SL, Jansen RD, et al. Iatrogenic respiratory distress syndrome following elective repeat cesarean delivery. Obstet Gynecol, 1993. 81(3):392-5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8437793
  9. Madar J, Richmond S and Hey E. Surfactant-deficient respiratory distress after elective delivery at “term”. Acta Paediatr, 1999. 88(11):1244-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10591427
  10. Elective caesarean-section versus vaginal delivery in prevention of vertical HIV-1 transmission: a randomised clinical trial. The European Mode of Delivery Collaboration. Lancet, 1999. 353(9158):1035-9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10199349
  11. Kind C, Rudin C, Siegrist CA, et al. Prevention of vertical HIV transmission: additive protective effect of elective cesarean section and zidovudine prophylaxis. AIDS, 1998. 12(2):205-10. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9468370
  12. Nielsen TF, Hokegard KH. Postoperative cesarean section morbidity: a prospective study. Am J Obstet Gynecol, 1983. 146(8):911-5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6881224
  13. Hebert PR, Reed G, Entman SS, et al. Serious maternal morbidity after childbirth: prolonged hospital stays and readmissions. Obstet Gynecol, 1999. 94(6):942-7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10576180
  14. Roman J, Bakos O and Cnattingius S. Pregnancy outcomes by mode of delivery among term breech births: Swedish experience 1987-1993. Obstet Gynecol, 1998. 92(6):945-50. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9840555
  15. Gregory KD, Henry OA, Ramicone E, et al. Maternal and infant complications in high and normal weight infants by method of delivery. Obstet Gynecol, 1998. 92(4 Pt 1):507-13. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9764620
  16. Schiff E, Friedman SA, Mashiach S, et al. Maternal and neonatal outcome of 846 term singleton breech deliveries: seven-year experience at a single center. Am J Obstet Gynecol, 1996. 175(1):18-23. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8694048
  17. van Ham MA, van Dongen PW and Mulder J. Maternal consequences of caesarean section. A retrospective study of intra-operative and postoperative maternal complications of caesarean section during a 10-year period. Eur J Obstet Gynecol Repro Biol, 1997. 74(1):1-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9243191
  18. McMahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Jr., et al. Comparison of a trial of labor with an elective second cesarean section. N Engl J Med, 1996. 335(10):689-95. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8703167
  19. Read JS, Tuomala R, Kpamegan E, et al. Mode of delivery and postpartum morbidity among HIV-infected women: the Women and Infants Transmission Study. J Acquir Immune Defic Syndr, 2001. 26(3):236-45. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11242196
  20. Marcollet A, Goffinet F, Firtion G, et al. Differences in postpartum morbidity in women who are infected with the human immunodeficiency virus after elective cesarean delivery, emergency cesarean delivery, or vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol, 2002. 186(4):784-9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11967508
  21. Fiore S, Newell ML, Thorne C, et al. Higher rates of post-partum complications in HIV-infected than in uninfected women irrespective of mode of delivery. AIDS, 2004. 18(6):933-8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15060441
  22. Semprini AE, Castagna C, Ravizza M, et al. The incidence of complications after caesarean section in 156 HIV-positive women. AIDS, 1995. 9(8):913-7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7576327
  23. Grubert TA, Reindell D, Kastner R, et al. Complications after caesarean section in HIV-1-infected women not taking antiretroviral treatment. Lancet, 1999. 354(9190):1612-3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10560681
  24. Maiques-Montesinos V, Cervera-Sanchez J, Bellver-Pradas J, et al. Post-cesarean section morbidity in HIV-positive women. Acta Obstet Gynecol Scand, 1999. 78(9):789-92. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10535342
  25. Vimercati A, Greco P, Loverro G, et al. Maternal complications after caesarean section in HIV infected women. Europ J Obstet Gynecol Reprod Biol, 2000. 90(1):73-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10767514
  26. Rodriguez EJ, Spann C, Jamieson D, et al. Postoperative morbidity associated with cesarean delivery among human immunodeficiency virus-seropositive women. Am J Obstet Gynecol, 2001. 184(6):1108-11. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11349171
  27. Urbani G, de Vries MMJ, Cronje HS, et al. Complications associated with cesarean section in HIV-infected patients. Internatl J Gynecol Obstet, 2001. 74(1):9-15. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11430935
  28. Avidan MS, Groves P, Blott M, et al. Low complication rate associated with cesarean section under spinal anesthesia for HIV-1-infected women on antiretroviral therapy. Anesthesiology, 2002. 97(2):320-4. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12151919
  29. Panburana P, Phaupradit W, Tantisirin O, et al. Maternal complications after Caesarean section in HIV-infected pregnant women. Aust N Z J Obstet Gynaecol, 2003. 43(2):160-3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14712975
  30. Ferrero S, Bentivoglio G. Post-operative complications after caesarean section in HIV-infected women. Arch Gynecol Obstet, 2003. 268(4):268-73. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14504867
Artikel asli: TRANSMISSION AND MODE OF DELIVERY, dkutip dari Public Health Service Task Force Recommendations for Use of Antiretroviral Drugs in Pregnant HIV-Infected Women for Maternal Health and Interventions to Reduce Perinatal HIV Transmission in the United States, halaman 65-68
Latar belakang
Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif akan terinfeksi. Seperti dijelaskan pada gambar berikut, sebenarnya 60–75% anak tersebut tidak terinfeksi, walaupun tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30% terinfeksi, dengan 5% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI. Dari angka ini, kita dapat mulai lihat intervensi yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular – intervensi yang disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau sering ada yang memakai singkatan PMTCT (prevention of mother-to-child transmission). Adalah penting kita – dan masyarakat umum – mengetahui bahwa dalam keadaan terburuk, paling 40% bayi terinfeksi.
 
Faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu-ke-bayi
Risiko penularan dari ibu-ke-bayi adalah lebih tinggi bila:
  • viral load perempuan di atas 1.000;
  • ada infeksi plasenta – tampaknya malaria dapat mempengaruhi ini;
  • perempuan terinfeksi suatu IMS; dan
  • bila gizi perempuan kurang.
Risiko juga ditingkatkan oleh intervensi yang keras waktu lahir (seperti membantu persalinan dengan cara menyedot kepala bayi), dan bila si ibu menyusui bayi sekaligus memberi pengganti ASI.
PMTCT – umum
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa hanya si bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, PASTI si bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status HIV si bayi.
Mengapa? Kita sering salah ngomong bahwa salah satu cairan tubuh manusia yang mengandung HIV adalah ‘cairan sperma’. Ini SALAH! Yang mengandung virus pada laki-laki yang HIV-positif adalah air mani, BUKAN sperma. Hal ini ibarat ikan dalam air laut: airnya mengandung virus, bukan ikan. Sperma tidak mengandung virus, dan oleh karena itu, telur si ibu TIDAK dapat ditularkan oleh sperma!
Jelas, bila si perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya buat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi si laki-laki tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita menghindari infeksi HIV pada perempuan.
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.
...agar ibu tidak tertular...
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.
...dan cegah kehamilan yang tidak diinginkan
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. Odha perempuan yang memakai ART harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.
PMTCT dengan ART penuh
Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan memakai ART penuh sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada janin. ART dapat diberikan walaupun dia tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART; setelah melahirkan bisa berhenti lagi bila masih tidak dibutuhkan.
Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis 3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.
Namun ada sedikit keraguan dengan rejimen yang sebaiknya diberikan pada perempuan. Perempuan hamil tidak boleh diberikan efavirenz pada triwulan pertama. Tetapi juga ada masalah dengan pemberian nevirapine pada perempuan dengan CD4 yang masih tinggi: efek samping ruam dan hepatotoksisitas (keracunan hati) lebih mungkin dialami oleh perempuan dengan di atas 250. Jadi dibutuhkan pemantauan yang lebih ketat, sedikitnya pada beberapa minggu pertama, bila nevirapine diberikan pada perempuan dengan CD4 di atas 250.
PMTCT – mulai dini
Namun sering kali si ibu baru tahu dirinya terinfeksi setelah dia hamil. Mungkin ARV tidak terjangkau. Seperti dibahas, ibu hamil tidak boleh memakai efavirenz pada triwulan pertama, tetapi mungkin nevirapine menimbulkan efek samping. Bila dia pakai terapi TB, diusulkan dihindari nevirapine, walaupun boleh tetap dipakai NNRTI ini bila tidak ada pilihan lain. Dan apa dampak bila ART diberikan pada perempuan tetapi tidak pada suami yang terinfeksi juga? Apakah si perempuan akan kasih obatnya pada suami, atau lebih buruk lagi, obatnya dibagi dengan dia?
Makanan bayi
Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia meninggal akibat infeksi bakteri, yang sering disebabkan oleh makanan atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi meninggal karena malnutrisi. ASI memberi semuanya yang dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan melawan infeksi. Jadi sering kali bayi lebih berisiko bila diberi PASI daripada ASI dari ibu HIV-positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama, kemudian disapih mendadak, kecuali...
...bila dapat dipastikan bahwa PASI secara eksklusif dapat diberi dengan cara AFASS:
A = Affordable (terjangkau)
F = Feasible (praktis)
A = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S = Safe (aman)
S = Sustainable (kesinambungan)
Itu berarti tidak boleh disusui sama sekali. Ada banyak masalah: mahalnya harga susu formula, sehingga sering bayi tidak diberi cukup; kalau bayi menangis, ibu didesak untuk menyusuinya; ibu yang tidak menyusui dianggap kurang memperhatikan bayi, atau melawan dengan asas; air yang dipakai tidak bersih, atau campuran tidak disimpan secara aman; dan apakah PASI dapat diberi terus-menerus.
ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI dari saat lahir tanpa makanan atau minuman lain, termasuk air. ASI adalah sangat halus, mudah diserap oleh perut/usus. Makanan lain lebih keras sehingga lapisan perut/usus membuka agar diserap, membiarkan HIV dalam ASI menembus dan masuk darah bayi. Jadi risiko penularan tertinggi bila bayi diberi ASI yang mengandung HIV, bersamaan dengan makanan lain. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan antara ibu, ayah dan petugas medis agar bayi langsung disusui setelah lahir, sebelum diberi makanan/minuman lain. Setelah enam bulan, sebaiknya disapih secara mendadak (berhenti total menyusui).
Saat ini di Indonesia, jarang kita dapat bertemu dengan dokter kandungan atau dokter anak yang berpengetahuan mengenai HIV, masalah perempuan dengan HIV, dan bagaimana mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Dengan semakin banyak perempuan terinfeksi HIV, sudah waktunya setiap Pokja AIDS di rumah sakit rujukan AIDS melibatkan dokter kandungan dan dokter anak. Sudah ada di rumah sakit kita?
Edit terakhir: 20 Desember 2008

Kelahiran sesar untuk ibu terinfeksi HIV: usulan dan kontroversi

Denise J. Jamieson, MD, MPH, Jennifer S. Read, MD, MPH, Athena P. Kourtis, MD, PhD, MPH, Tonji M. Durant, PhD, Margaret A. Lampe, RN, MPH, Kenneth L. Dominguez, MD, MPH
Dua penelitian diterbitkan pada 1999 menunjukkan bahwa kelahiran sesar sebelum mulai sakit kelahiran dan sebelum pecah ketuban (kelahiran sesar pilihan) mengurangi risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi (MTCT). Berdasarkan hasil ini, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan Public Health Service (PHS) AS menganjurkan agar ibu hamil terinfeksi HIV dengan viral load > 1.000 dapat konseling mengenai manfaat kelahiran sesar pilihan. Sejak pedoman tersebut diterbitkan, angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV di AS meningkat secara dramatis. Morbiditas setelah lahir yang berat tidak umum, dan kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV relatif aman dan hemat biaya. Namun sejumlah pertanyaan penting tetap belum terjawab, termasuk apakah kelahiran sesar mempunyai peranan di antara ibu terinfeksi HIV dengan viral load rendah atau yang menerima terapi antiretroviral (ART).
Di AS, angka kelahiran sesar, didefinisikan sebagai jumlah kelahiran sesar per 100 kelahiran hidup, meningkat secara bermakna selama sepuluh tahun terakhir.1 Berbagai faktor menyumbang pada peningkatan ini, termasuk perluasan indikasi untuk kelahiran sesar, ketergantungan yang lebih besar terhadap pemantauan janin secara terus-menerus (yang mengakibatkan peningkatan pada diagnosis masalah janin), kekhawatiran oleh dokter kandungan mengenai pertanggungjawaban medis, dan, mungkin, permintaan oleh ibu tanpa indikasi khusus.2,3,4 Sejajar dengan peningkatan pada angka sesar keseluruhan, proporsi ibu terinfeksi HIV yang semakin tinggi melahirkan dengan sesar.5 Di artikel ini, kami meninjau kembali bukti untuk pencegahan MTCT melalui kelahiran sesar sebelum mulai sakit kelahiran dan sebelum pecah ketuban, evolusi usulan mengenai cara melahirkan untuk ibu terinfeksi HIV, kecenderungan pada cara melahirkan untuk ibu terinfeksi HIV, dan risiko terkait serta hemat-biaya kelahiran sesar untuk mencegah MTCT. Akhirnya kami merangkum pertanyaan yang belum terjawab mengenai peranan kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV.
Manfaat kelahiran sesar dan evolusi usulan mengenai cara kelahiran untuk ibu terinfeksi HIV
Penelitian pengamatan awal memberi kesan bahwa mungkin ada peranan kelahiran sesar dalam pencegahan MTCT HIV. Beberapa penelitian terhadap anak kembar yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV mencatat bahwa, di antara kembar yang lahir melalui vagina, kembar yang pertama lebih mungkin terinfeksi HIV dibandingkan yang kedua.6,7 Karena yang pertama lahir adalah yang pertama melewati saluran kelahiran, dianggap bahwa dia yang paling terpajan pada darah dan cairan saluran kelamin yang menular. Tambahan, yang pertama lahir berada lebih lama pada saluran lahir.6 Hal ini mendukung teori bahwa pajanan pada HIV di saluran lahir dapat memainkan peranan penting dalam MTCT HIV dan bahwa kelahiran sesar mungkin bersifat melindungi dengan membatasi pajanan pada darah dan cairan kelamin di saluran lahir. Penelitian retrospektif dan prospektif lanjutan memberi hasil yang bertentangan; beberapa penelitian melaporkan bahwa kelahiran sesar terkait dengan risiko MTCT HIV yang lebih rendah,8,9,10,11,12 sementara penelitian lain tidak menunjukkan hubungan apa pun antara cara kelahiran dan penularan.13,14,15,16
Penelitian pengamatan awal ini mungkin mencapai hasil yang bertentangan karena beberapa alasan. Satu masalah penting adalah bahwa sering tidak mudah membedakan antara kelahiran sesar yang dilakukan sebelum mulai sakit kelahiran dan yang dilakukan setelah kontraksi uterus, saat mikrotransfusi darah ibu pada aliran janin dapat terjadi.17 Tambahan, agar mendapatkan dampak terbesar, kelahiran sesar harus dilakukan sebelum pecah ketuban, karena setelah keutuhan ketuban dipengaruhi, risiko penularan meningkat.18 Untuk membakukan peristilahan, istilah seksio sesar pilihan (elective cesarean section) dipakai secara luas dengan arti kelahiran sesar yang dilakukan sebelum mulai pecah ketuban.19 Sebagai alternatif, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) memakai istilah kelahiran sesar dijadwalkan (scheduled cesarean delivery) agar dapat dibedakan dari penggunaan istilah pilihan yang lain dalam obstretik.20,21 Untuk selanjutnya dalam artikel ini, istilah kelahiran sesar pilihan dipakai untuk mengartikan kelahiran sesar sebelum mulai sakit kelahiran dan sebelum pecah ketuban.
Terobosan terjadi pada Juni 1998, waktu hasil awal dari dua penelitian dipresentasikan pada Konferensi AIDS Sedunia ke-12 di Jenewa, Swiss, yaitu satu uji coba klinis secara acak di berbagai pusat,22 dan metaanalisis data pasien secara besar.23 Hasil penelitian ini diterbitkan di 1999.18,24 Hasil dari uji coba secara acak, yang dilakukan di enam negara Eropa, menunjukkan penuruan 80% pada angka MTCT di antara perempuan yang dibagi pada kelompok kelahiran sesar pilihan. Saat cara kelahiran dianalisis, kelahiran sesar setelah mulai sakit kelahiran dan/atau setelah pecah ketuban menghasilkan angka MTCT yang menengah (8,8%), dibandingkan kelahiran vagina (10,2%) dan kelahiran sesar pilihan (2,4%). Pada penelitian ini, walau kelahiran sesar pilihan dikaitkan dengan pengurangan kemungkinan penularan dibandingkan kelahiran vagina (rasio odds, 1,0; 95% CI, 0,1-0,8), kelahiran sesar setelah mulai sakit kelahiran dan/atau pecah ketuban tidak dikaitkan dengan penurunan pada kemungkinan penularan dibandingkan kelahiran vagina (rasio odds, 0,3; 95% CI, 0,3-3,7).24 Hasil dari metaanalisis besar terhadap data pasien dari 15 penelitian kohort prospektif menunjukkan bahwa kelahiran sesar pilihan dikaitkan dengan kurang lebih 50% penurunan pada risiko MTCT.18 Hasil dari uji coba secara acak dan metaanalisis data pasien adalah cukup sehingga ACOG mengeluarkan petunjuk baru mengenai peranan kelahiran sesar pada pencegahan HIV perinatal. Pada Agustus 1999, ACOG mengeluarkan pendapat panitia yang mengusulkan bahwa ibu terinfeksi HIV ditawarkan kelahiran sesar yang dijadwalkan pada 38 minggu usia kehamilan.21 Pendapat panitia ACOG awal diperbarui pada 2000.20 Usulan saat ini oleh ACOG20 dan Public Health Service (PHS) AS25 mengusulkan bahwa ibu hamil terinfeksi HIV dengan viral load >1000 diberi konseling mengenai manfaat kelahiran sesar pilihan. Kelahiran sesar pilihan harus dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu, berdasarkan estimasi klinis terbaik usia kehamilan. Rejimen antiretroviral ibu sebelum lahir sebaiknya tidak diganggu menjelang saat kelahiran. Tambahan, untuk kebanyakan perempuan, AZT infus sebaiknya dimulai sedikitnya tiga jam sebelum pembedahan.

Kecenderungan pada angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV
Sejak diterbitkan hasil uji coba klinis secara acak di Eropa24 dan metaanalisis terhadap data pasien dari Amerika Utara dan Eropa18 serta pedoman yang mengikutinya,20,25 angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV meningkat secara dramatis.5 Di AS, angka kelahiran sesar di sistem surveilans pediatrik dan penelitian longitudinal kohort pediatrik HIV menunjukkan angka kelahiran sesar meningkat dua kali lipat setelah Juni 1998, dari 20% menjadi hampir 50%.5 Sayangnya, pada penelitian ini tidak mungkin membedakan antara kelahiran sesar pilihan dan kelahiran sesar yang dilakukan setelah mulai sakit kelahiran atau pecah ketuban. Tambahan, penelitian jenis ini terhadap kecenderungan dalam cara kelahiran di AS belum diperbarui baru ini, sehingga tidak diketahui apakah angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV terus meningkat atau menjadi stabil selama beberapa tahun terakhir ini. Di Eropa, dengan angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV umumnya lebih tinggi dibandingkan AS,18 peningkatan serupa pada angka kelahiran sesar dilaporkan setelah 1998. Contohnya, dalam laporan baru dari Swedia, angka kelahiran sesar untuk ibu terinfeksi HIV meningkat dari 8% pada 1985-1993 menjadi 44% pada 1994-1998 dan 80% pada 1999-2003.26 Angka yang lebih tinggi ini mungkin mencerminkan kebijakan yang lebih agresif dengan menawarkan kelahiran sesar pada semua perempuan, tidak tergantung pada viral load.27 European Collaborative Study melaporkan bahwa angka kelahiran sesar di antara ibu terinfeksi HIV meningkat dari 1997-2000, kemudian menurun sedikit, dan akhirnya mulai meningkat lagi pada 2003. Penulis berpendapat bahwa fluktuasi ini sebagian diakibatkan oleh peningkatan pada kelahiran sesar nonpilihan di antara ibu yang merencanakan tindakan pilihan tetapi baru ditangani pada saat mulai sakit kelahiran atau setelah pecah ketuban. Hasil ini mengakibatkan perubahan pada kebijakan terhadap menjadwalkan kelahiran sesar pilihan lebih dini pada kehamilan.28
Risiko terkait dan hemat-biaya kelahiran sesar untuk pencegahan MTCT
Dalam menyimbangkan risiko dan manfaat kelahiran sesar pilihan, manfaat pencegahan MTCT harus diimbangi secara hati-hati dibandingkan peningkatan pada morbiditas atau mortalitas baik untuk ibu maupun untuk bayi, serta juga peningkatan pada biaya dan waktu pemulihan. Sejumlah penelitian membahas apakah ibu terinfeksi HIV mempunyai angka komplikasi pascabedah yang lebih tinggi dibandingkan peserta kontrol tidak terinfeksi HIV. Kebanyakan penelitian menunjukkan peningkatan pada morbiditas pascabedah, terutama menular, pada ibu terinfeksi HIV dibandingkan peserta kontrol tidak terinfeksi, dan risiko komplikasi berkorelasi dengan tingkat kerusakan kekebalan.27,29,30,31,32,33,34
Namun dari pandangan klinis, pertanyaan yang paling penting adalah apakah kelahiran sesar meningkatkan risiko komplikasi untuk ibu terinfeksi HIV dibandingkan kelahiran vagina atau dengan kelahiran sesar nonpilihan. Enam penelititian24,35,36,37,38,39 yang menghadapi masalah ini baru saja dirangkum pada peninjauan Cochrane.19 Peninjauan ini menyimpulkan bahwa, di antara ibu terinfeksi HIV, kelahiran sesar nonpilihan terkait dengan risiko paling tinggi terhadap morbiditas pascalahir, bahwa kelahiran sesar pilihan berisiko menengah, dan kelahiran vagina berisiko morbiditas paling rendah.
Sebagian besar morbiditas pascalahir adalah relatif minor, termasuk demam, anemia, endometritis dan infeksi luka pascabedah. Penemuan dari peninjauan ini memperkuat pentingnya usulan ACOG bahwa semua ibu yang melakukan kelahiran sesar, tidak tergantung pada starus HIV-nya, harus menerima profilaksis antibiotik.40 Kematian ibu jarang terjadi, dan penelitian ini tidak mempunyai ukuran sampel yang cukup untuk menilai perbedaan potensi pada angka mortalitas ibu. Walau morbiditas pascabedah jangka pendek dapat lebih tinggi pada ibu terinfeksi HIV, tampaknya cara kelahiran tidak terkait dengan dampak jangka lebih panjang, misalnya perkembangan penyakit HIV selanjutnya.41
Pada rangkaian terbatas sumber daya, data terbatas untuk memberi kesan bahwa risiko morbiditas42 dan mortalitas43 pascalahir di antara ibu terinfeksi HIV yang melakukan kelahiran sesar lebih tinggi. Tambahan, mungkin sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk memberi kelahiran sesar untuk semua ibu terinfeksi HIV pada rangkaian dengan prevalensi HIV tinggi di antara perempuan hamil.
Mengenai risiko pada bayi berhubungan dengan kelahiran sesar, belum ada penelitian yang menghadapi ini di antara bayi terlahir oleh ibu terinfeksi HIV. Namun, diketahui dari penelitian terhadap ibu tidak terinfeksi HIV bahwa risiko terbesar pada bayi terkait dengan kelahiran sesar pilihan adalah lahir dini iatrogenik dan dampaknya.44 Untuk mengurangi kemungkinan mulai sakit kelahiran atau pecah ketuban sebelum kelahiran, ACOG mengusulkan bahwa kelahiran sesar pilihan untuk ibu terinfeksi HIV dijadwalkan pada 38 minggu penuh, yaitu satu minggu sebelum yang diusulkan untuk ibu tidak terinfeksi HIV.20 Karena amniosentesis harus dihindari pada ibu terinfeksi HIV, dokter sebaiknya memakai estimasi klinis terbaik untuk usia kehamilan, daripada dokumentasi kematangan paru janin.20 Pada ibu terinfeksi HIV yang hamil, kelahiran lebih dini (38 banding 39 minggu) tanpa dokumentasi kematangan paru janin secara teoretis dapat mengakibatkan kelahiran dini iatrogenik, walau tidak ada data untuk mendukung atau menyangkal ini. Adalah penting untuk memantau angka morbiditas bayi akibat kelahiran dini iatrogenik dalam rangkaian ini.
Kelahiran sesar pilihan ditunjuk relatif efektif biaya45,46,47 dan, pada beberapa kasus hemat biaya.45,48 Namun analisis ini membidik terutama pada perempuan yang hanya menerima AZT sebelum dan saat kelahiran, dan menganggap angka penularan relatif tinggi.45,46,47,48 Karena model hemat-biaya ini sangat peka terhadap perubahan pada angka MTCT,45,46 bila anggapan mengenai efektivitas kombinasi rejimen antiretroviral yang lebih tinggi dimasukkan, biaya/manfaat kelahiran sesar dikurangi secara bermakna.45,46 Sebaliknya, karena biaya mengobati morbiditas pascalahir adalah relatif rendah dibandingkan mengobati penyakit HIV pediatrik, model ini relatif stabil pada serangkaian angka morbiditas pascalahir yang sangat luas.45,46 Namun, dengan serangkaian anggapan yang sangat luas, kelahiran sesar pilihan tetap relatif hemat-biaya.
Pertanyaan klinis belum terjawab
Pedoman ACOG awal21 bersifat hati-hati mengenai peranan kelahiran sesar pilihan pada ibu hamil dengan viral load yang rendah, dan uji coba klinis secara acak24 dan juga metaanalisis18 tidak dapat menghadapi masalah ini. Karena penelitian ini dilakukan sebelum tersedianya tes viral load, penelitian ini tidak dapat memasukkan penyesuaian untuk viral load, yang sekarang diketahui sangat penting dalam penentuan risiko MTCT.49 Waktu diperbarui pada Mei 2000, pedoman ACOG lebih lanjut mengusulkan bahwa ibu dengan viral load >1.000 harus diberi konseling mengenai manfaat kelahiran sesar.20 Pedoman diperbarui ini menyebut hasil dari Women and Infants Transmission Study, sebuah penelitian kohort prospektif. Dalam analisis ini, tidak dilaporkan penularan di antara 57 perempuan dengan viral load <1.000.50 Untuk perempuan dengan viral load <1.000, pedoman ACOG menyatakan bahwa tidak ada data yang cukup untuk memberi usulan mengenai cara kelahiran. Pedoman PHS AS51 serupa dengan pedoman ACOG, dan mendukung kelahiran sesar pilihan untuk perempuan dengan viral load >1.00025 dan mendorong penelitian klinis tambahan mengenai peranan potensi untuk kelahiran sesar pilihan dalam mengurangi MTCT di antara perempuan dengan viral load tidak terdeteksi.
Satu pertanyaan terkait lain yang belum terjawab adalah apakah kelahiran sesar pilihan bermanfaat dalam pencegahan MTCT pada perempuan yang menerima ART. Baik uji coba klinis acak24 dan metaanalisis pasien data18 melibatkan terutama perempuan yang tidak menerima antiretroviral atau hanya menerima AZT. Pada uji coba secara acak, walau lebih dari separuh perempuan menerima AZT selama kehamilan, hanya sedikit perempuan menerima ART.24 Pada metaanalisis pasien data, >70% pasangan ibu-bayi tidak menerima antiretroviral apa pun selama masa pralahir, saat lahir atau pascalahir.18 Karena risiko penularan sudah dikurangi secara bermakna untuk perempuan yang memakai ART sebelum lahir (yaitu angka penularan 1-2%),52,53 penelitian dengan sampel yang sangat besar akan dibutuhkan untuk mendeteksi pengurangan lanjutan akibat kelahiran sesar pilihan.
Namun ada beberapa penelitian yang memberi penjelasan mengenai apakah kelahiran sesar pilihan memberi manfaat tambahan di antara perempuan dengan viral load yang rendah waktu memerima ART. Pada metaanalisis data pasien terhadap 1.202 perempuan dengan viral load dalam darah <1.000, kelahiran sesar adalah prediktor independen risiko penularan di analisis yang mengontrol untuk penerimaan antiretroviral oleh ibu. Harus dicatat bahwa, di antara perempuan yang melakukan kelahiran sesar , tidak ada satu pun kasus penularan di antara 270 perempuan yang menerima ART, sementara ada lima kasus penularan di antara 66 perempuan yang tidak menerima antiretroviral. Namun, penelitian ini tidak mampu membedakan sesar pilihan dan nonpilihan.54 Dalam laporan baru dari European Collaborative Study,28 kelahiran sesar pilihan berhubungan secara independen dengan risiko penularan di analisis yang menyesuaikan untuk viral load ibu dan ART ibu. Bila dibatasi pada 560 perempuan dengan viral load yang tidak terdeteksi, kelahiran sesar pilihan bersifat mencegah dalam analisis univariat. Namun bila disesuaikan untuk penggunaan ARV oleh ibu (tidak pakai banding pakai apa saja), hubungan antara kelahiran sesar pilihan dan risiko penularan tidak lagi bermakna secara statistik (rasio odds disesuaikan, 0,52; 95% CI, 0,14-2,03). Tidak jelas apakah hasil ini berarti tidak ada dampak melindungi yang benar, atau apakah penelitian tidak mempunyai kekuatan statistik yang cukup untuk mengungkap hubungan karena ukuran sampel yang kecil. Oleh karena keterbatasannya, tidak satu pun penelitian ini28,54 menjawab secara pasti pertanyaan apakah kelahiran sesar pilihan berhubungan dengan risiko MTCT yang lebih rendah di antara perempuan dengan viral load tidak terdeteksi dalam era ART.
Satu lagi pertanyaan klinis yang belum terjawab adalah berapa lama setelah mulai sakit kelahiran atau pecah ketuban manfaat kelahiran sesar hilang. Walau penelitian awal membagi waktu pecah ketuban menjadi dua dan menemukan bahwa pecah ketuban lebih dari empat jam berhubungan dengan peningkatan pada risiko penularan hampir dua kali lipat,15 sebuah metaanalisis data pasien kemudian menunjukkan risiko MTCT yang meningkat terus-menerus, dengan risiko penularan meningkat kurang lebih 2% untuk setiap jam setelah pecah ketuban.55 Oleh karena itu, bagaimana dapat dikonseling seorang ibu yang berencana kelahiran sesar pilihan, tetapi tiba dengan sakit kelahiran awal atau segera setelah pecah ketuban? Pada keadaan itu, bila diperkirakan akan terjadi masa kelahiran yang panjang, beberapa dokter mungkin memilih melakukan sesar, sementara yang lain mungkin memilih meneruskan kelahiran vagina yang dipercepat. Bagaimana kasus perempuan terinfeksi HIV dengan viral load yang tinggi, yang tiba dengan sakit kelahiran prawaktu atau pecah ketuban prawaktu yang lebih dini? Dalam keadaan ini, cara dan waktu kelahiran terpilih harus dikhususkan berdasarkan keadaan klinis tertentu.
Pertanyaan lain muncul dari keadaan klinis dengan tidak diketahui viral load dalam darah. Contohnya, umpamakan ada perempuan yang tiba dengan kehamilan tua; dia tidak menerima ART, dan hasil viral load kemungkinan tidak akan tersedia sebelum dia melahirkan. Dalam keadaan ini, kemungkinan viral loadnya tidak akan tertekan secara cukup sebelum melahirkan, dan perempuan itu harus diberi konseling bahwa kelahiran sesar pilihan kemungkinan akan mengurangi risiko penularannya.
Komentar
Di antara perempuan terinfeksi HIV yang hamil, kelahiran sesar sebelum sakit kelahiran dan sebelum pecah ketuban ditunjuk sebagai aman dan efektif untuk mengurangi risiko MTCT HIV. Namun manfaat kelahiran sesar dalam pencegahan MTCT harus diimbangi dengan kemungkinan ada peningkatan pada morbiditas ibu dan bayi, serta biaya untuk kelahiran sesar. Di AS, manfaat kelahiran sesar untuk perempuan dengan viral load >1.000 umumnya lebih besar daripada risiko lebih tinggi terhadap morbiditas pascabedah yang minor. Namun tetap ada sejumlah pertanyaan penting yang belum terjawab, misalnya berapa cepat setelah sakit kelahiran atau pecah ketuban manfaat kelahiran sesar hilang, dan apakah kelahiran sesar mempunyai peranan pada perempuan dengan viral load HIV yang rendah dengan memakai ART. Lagi pula, harus didefinisikan secara lebih baik peranan kelahiran sesar pilihan yang sesuai, bila ada, dalam berbagai rangkaian terbatas sumber daya dengan berbagai tingkat prasarana medis dan prevalensi HIV, terutama dengan peningkatan pada ketersediaan ART pada rangkaian ini.
Referensi
1. Hamilton BE, Martin JA, Ventura SJ, Sutton PD, Menacker F. Births: preliminary data for 2004. Natl Vital Stat Rep. 2005;54:1–17.
2. Meikle SF, Steiner CA, Zhang J, Lawrence WL. A national estimate of the elective primary cesarean delivery rate. Obstet Gynecol. 2005;105:751–756.
3. Ryan K, Schnatz P, Greene J, Curry S. Change in cesarean section rate as a reflection of the present malpractice crisis. Conn Med. 2005;69:139–141.
4. Martin JA, Hamilton BE, Sutton PD, Ventura SJ, Menacker F, Munson ML. Births: final data for 2003. Natl Vital Stat Rep. 2005;54:1–116.
5. Dominguez KL, Lindegren ML, D’Almada PJ, et al.. Increasing trend of cesarean deliveries in HIV-infected women in the United States from 1994 to 2000. J Acquir Immune Defic Syndr 2003;33:232–238.
6. Duliege AM, Amos CI, Felton S, Biggar RJ, Goedert JJ. Birth order, delivery route, and concordance in the transmission of human immunodeficiency virus type 1 from mothers to twins: International Registry of HIV-Exposed Twins. J Pediatr. 1995;126:625–632.
7. Goedert JJ, Duliege AM, Amos CI, Felton S, Biggar RJ. High risk of HIV-1 infection for first-born twins: the International Registry of HIV-exposed Twins. Lancet. 1991;338:1471–1475.
8. Italian Multicentre Study. Epidemiology, clinical features, and prognostic factors of paediatric HIV infection. Lancet. 1988;2:1043–1046.
9. Kind C, Rudin C, Siegrist CA, et al.. Prevention of vertical HIV transmission: additive protective effect of elective cesarean section and zidovudine prophylaxis: Swiss Neonatal HIV study group. AIDS. 1998;12:205–210.
10. Kuhn L, Bobat R, Coutsoudis A, et al.. Cesarean deliveries and maternal-infant HIV transmission: results from a prospective study in South Africa. J Acquir Immune Defic Syndr Hum Retrovirol. 1996;11:478–483.
11. Maguire A, Sanchez E, Fortuny C, Casabona J. Potential risk factors for vertical HIV-1 transmission in Catalonia, Spain: the protective role of cesarean section: the Working Group on HIV-1 Vertical Transmission in Catalonia. AIDS. 1997;11:1851–1857.
12. The European Collaborative Study. Caesarean section and risk of vertical transmission of HIV-1 infection. Lancet. 1994;343:1464–1467.
13. Hutto C, Parks WP, Lai SH, et al.. A hospital-based prospective study of perinatal infection with human immunodeficiency virus type 1. J Pediatr. 1991;118:347–353.
14. Boyer PJ, Dillon M, Navaie M, et al.. Factors predictive of maternal-fetal transmission of HIV-1: preliminary analysis of zidovudine given during pregnancy and/or delivery. JAMA. 1994;271:1925–1930.
15. Landesman SH, Kalish LA, Burns DN, et al.. Obstetrical factors and the transmission of human immunodeficiency virus type 1 from mother to child: the Women and Infants Transmission study. N Engl J Med. 1996;334:1617–1623.
16. Simonds RJ, Steketee R, Nesheim S, et al.. Impact of zidovudine use on risk and risk factors for perinatal transmission of HIV: perinatal AIDS Collaborative Transmission studies. AIDS. 1998;12:301–308.
17. Kourtis AP, Bulterys M, Nesheim SR, Lee FK. Understanding the timing of HIV transmission from mother to infant. JAMA. 2001;285:709–712.
18. International Perinatal HIV Group. The mode of delivery and the risk of vertical transmission of human immunodeficiency virus type 1: a meta-analysis of 15 prospective cohort studies. N Engl J Med. 1999;340:977–987.
19. Read JS, Newell MK. Efficacy and safety of cesarean delivery for prevention of mother-to-child transmission of HIV-1. Cochrane Database Syst Rev. 2005;4:CD005479.
20. American College of Obstetricians and Gynecologists. Scheduled cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV infection: ACOG committee opinion no.: 234 (replaces no.: 219). Int J Gynaecol Obstet. 2001;73:279–281.
21. American College of Obstetricians and Gynecologists. Scheduled cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV infection: ACOG committee opinion no.: 219: Committee on Obstetric Practice. Int J Gynaecol Obstet. 1999;66:305–306.
22. Semprini AE. An international randomized trial of mode of delivery in HIV infected women. In: Conference Supplement for 12th World AIDS Conference, June 1998, Geneva, Switzerland. 2006.
23. Read J. Mode of delivery and vertical transmission of HIV-1: a meta-analysis from fifteen prospective cohort studies [abstract]. In: Conference Supplement for 12th World AIDS Conference, June 1998, Geneva, Switzerland. 2006.
24. European Mode of Delivery Collaboration. Elective caesarean-section versus vaginal delivery in prevention of vertical HIV-1 transmission: a randomised clinical trial. Lancet. 1999;353:1035–1039.
25. Centers for Disease Control and Prevention. US Public Health Service Task Force recommendations for use of antiretroviral drugs in pregnant HIV-1-infected women for maternal health and interventions to reduce perinatal HIV-1 transmission in the United States. MMWR Recomm Rep. 2002;51:1–38.
26. Naver L, Lindgren S, Belfrage E, et al.. Children born to HIV-1-infected women in Sweden in 1982-2003: trends in epidemiology and vertical transmission. J Acquir Immune Defic Syndr 2006;42:484–489.
27. Coll O, Fiore S, Floridia M, et al.. Pregnancy and HIV infection: a European consensus on management. AIDS. 2002;16(suppl):S1–S18.
28. European Collaborative Study. Mother-to-child transmission of HIV infection in the era of highly active antiretroviral therapy. Clin Infect Dis. 2005;40:458–465.
29. Grubert TA, Reindell D, Kastner R, Lutz-Friedrich R, Belohradsky BH, Dathe O. Complications after caesarean section in HIV-1-infected women not taking antiretroviral treatment. Lancet. 1999;354:1612–1613.
30. Maiques-Montesinos V, Cervera-Sanchez J, Bellver-Pradas J, bad-Carrascosa A, Serra-Serra V. Post-cesarean section morbidity in HIV-positive women. Acta Obstet Gynecol Scand. 1999;78:789–792.
31. Rodriguez EJ, Spann C, Jamieson D, Lindsay M. Postoperative morbidity associated with cesarean delivery among human immunodeficiency virus-seropositive women. Am J Obstet Gynecol. 2001;184:1108–1111.
32. Semprini AE, Castagna C, Ravizza M, et al.. The incidence of complications after caesarean section in 156 HIV-positive women. AIDS. 1995;9:913–917.
33. Urbani G, de Vries MM, Cronje HS, Niemand I, Bam RH, Beyer E. Complications associated with cesarean section in HIV-infected patients. Int J Gynaecol Obstet. 2001;74:9–15.
34. Vimercati A, Greco P, Loverro G, Lopalco PL, Pansini V, Selvaggi L. Maternal complications after caesarean section in HIV infected women. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2000;90:73–76.
35. Faucher P, Batallan A, Bastian H, et al.. Management of pregnant women infected with HIV at Bichat Hospital between 1990 and 1998: analysis of 202 pregnancies. Gynecol Obstet Fertil. 2001;29:211–225.
36. Fiore S, Newell ML, Thorne C. Higher rates of post-partum complications in HIV-infected than in uninfected women irrespective of mode of delivery. AIDS. 2004;18:933–938.
37. Marcollet A, Goffinet F, Firtion G, et al.. Differences in postpartum morbidity in women who are infected with the human immunodeficiency virus after elective cesarean delivery, emergency cesarean delivery, or vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol. 2002;186:784–789.
38. Read JS, Tuomala R, Kpamegan E, et al.. Mode of delivery and postpartum morbidity among HIV-infected women: the women and infants transmission study. J Acquir Immune Defic Syndr 2001;26:236–245.
39. Watts DH, Lambert JS, Stiehm ER, et al.. Complications according to mode of delivery among human immunodeficiency virus-infected women with CD4 lymphocyte counts of =500/µL. Am J Obstet Gynecol. 2000;183:100–107.
40. American College of Obstetricians and Gynecologists. Prophylactic antibiotics in labor and delivery: ACOG practice bulletin no.: 47. Obstet Gynecol. 2003;102:875–882.
41. Navas-Nacher EL, Read JS, Leighty RM, et al.. Mode of delivery and postpartum HIV-1 disease progression: the Women and Infants Transmission study. AIDS. 2006;20:429–436.
42. Bjorklund K, Mutyaba T, Nabunya E, Mirembe F. Incidence of postcesarean infections in relation to HIV status in a setting with limited resources. Acta Obstet Gynecol Scand. 2005;84:967–971.
43. Bulterys M, Chao A, Dushimimana A, Saah A. Fatal complications after cesarean section in HIV-infected women. AIDS. 1996;10:923–924.
44. Miller JM. Maternal and neonatal morbidity and mortality in cesarean section. Obstet Gynecol Clin North Am. 1988;15:629–638.
45. Halpern MT, Read JS, Ganoczy DA, Harris DR. Cost-effectiveness of cesarean section delivery to prevent mother-to-child transmission of HIV-1. AIDS. 2000;14:691–700.
46. Mrus JM, Goldie SJ, Weinstein MC, Tsevat J. The cost-effectiveness of elective cesarean delivery for HIV-infected women with detectable HIV RNA during pregnancy. AIDS. 2000;14:2543–2552.
47. Ratcliffe J, Ades AE, Gibb D, Sculpher MJ, Briggs AH. Prevention of mother-to-child transmission of HIV-1 infection: alternative strategies and their cost-effectiveness. AIDS. 1998;12:1381–1388.
48. Chen KT, Sell RL, Tuomala RE. Cost-effectiveness of elective cesarean delivery in human immunodeficiency virus-infected women. Obstet Gynecol. 2001;97:161–168.
49. Bulterys M, Nolan M, Jamieson DJ, Dominguez K, Fowler MG. Advances in the prevention of mother-to-child HIV-1 transmission: current issues, future challenges. AIDS Science. 2002;2(4):.
50. Garcia PM, Kalish LA, Pitt J, et al.. Maternal levels of plasma human immunodeficiency virus type 1 RNA and the risk of perinatal transmission: Women and Infants Transmission study group. N Engl J Med. 1999;341:394–402.
51. Public Health Service Task Force. Recommendations for use of antiretroviral drugs in pregnant HIV-1 infected women for maternal health and interventions to reduce perinatal HIV-1 transmission in the United States. Last accessed: August 22, 2006. Available at: http://AIDSinfo.nih.gov.
52. Cooper ER, Charurat M, Mofenson L, et al.. Combination antiretroviral strategies for the treatment of pregnant HIV-1-infected women and prevention of perinatal HIV-1 transmission. J Acquir Immune Defic Syndr 2002;29:484–494.
53. Dorenbaum A, Cunningham CK, Gelber RD, et al.. Two-dose intrapartum/newborn nevirapine and standard antiretroviral therapy to reduce perinatal HIV transmission: a randomized trial. JAMA. 2002;288:189–198.
54. Ioannidis JP, Abrams EJ, Ammann A, et al.. Perinatal transmission of human immunodeficiency virus type 1 by pregnant women with RNA virus loads <1000 copies/mL. J Infect Dis. 2001;183:539–545.
55. International Perinatal HIV Group. Duration of ruptured membranes and vertical transmission of HIV-1: a meta-analysis from 15 prospective cohort studies. AIDS. 2001;15:357–368.
Sumber: American Journal of Obstetrics & Gynecology, Volume 197, Issue 3, Supplement, Pages S96-S100 (September 2007)
Edit terakhir: 31 Maret 2008









Tidak ada komentar:

Posting Komentar