Kamis, 12 Mei 2011
Counceling Pre Test HIV
Konseling Pra-tes HIV
Tujuan
Agar peserta latih mampu :
- Menerapkan pengetahuan dasar mikro tentang konseling dalam konseling pra-tes HIV
- Mengintegrasikan penilaian risiko klinis, edukasi prevensi HIV dan konseling pra-tes HIV
- Menilail strategi kemampuan penyesuaian diri individu dan sistem dukungan psikososial
- Memfasilitasikan informed consent klien
Pendahuluan
Kebijakan UN tes HIV senantiasa didahului konseling pra-tes. Kebijakan UN berbunyi bahwa setiap konseling sukarela termasuk didalamnya pembuatan informed consent sebelum pemeriksaan darah HIV, menjaga kerahasiaan dan konseling pasca-tes [i][1]. Konseling pra-tes HIV membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah HIV, memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV. Dalam konseling didiskusikan juga soal seksualitas, hubungan relasi, perilaku seksual dan suntikan berisiko, dan membantu klien melindungi diri dari infeksi. Konseling dimaksud juga untuk meluruskan pemahaman yang salah tentang AIDS dan mitosnya[2].
Keterbatasan waktu untuk setiap klien sering menjadi kendala bagi konselor dalam melaksanakan konseling pra-tes. Dalam waktu yang singkat , ia harus memfokuskan diri pada masalah tentang tes, prevensi, dan penularan HIV. Setiap individu yang datang pada konselor membawa banyak isu yang perlu dibicarakan, disadari ataupun tidak, sehingga tak cukup didiskusikan dalam konseling pra-tes .[3] Bila demikian diperlukan perjanjian ulang untuk datang konseling lagi dilain waktu atau di rujuk ke fasilitas yang memadai bagi kebutuhan klien.
Konseling pre tes menantang konselor untuk dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan emosi klien [4]. Banyak orang takut melakukan tes HIV karena berbagai alasan termasuk perlakuan diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat dan keluarga. Karena itu layanan VCT senantiasa melindungi klien dengan menjaga kerahasiaan. Peletakan kepercayaan klien pada konselor merupakan dasar utama bagi terjaganya rahasia dengan demikian hubungan baik, saling memahami dapat terbina, suatu hal yang menjadi tanggung jawab konselor.[5] Penggunaan ketrampilan konseling mikro sangat penting untuk membina rapport dan menunjukkan adanya layanan berfokus pada klien.
Disarankan konselor mempunyai ikhtisar rinci akan proses VCT dan dapat dijangkau dengan mudah ketika diperlukan (sebagai berikut). Ikhtisar sepanjang tak lebih dari satu muka halaman sehingga mudah dibaca secara cepat , termasuk lembar periksa sesuai prosedur.
Pedoman proses konseling pra-tes [6] ( versi rinci)
1. Periksa ulang nomor kode dalam formulir ALL sesuai kode klien.
2. Introduksi dan orientasi
· Nama, pekerjaan dan peran
misal “Saya Ratna , konselor ditempat ini. Saya akan mendiskusikan berbagai keprihatinan saudara tentang HIV dan AIDS dan hal lain yang mungkin dialami.”
· Kerahasiaan (termasuk diskusi isu sensitif) dan anonimitas.
Misal “Apa yang kita didiskusikan tidak akan keluar dari ruang ini. Saudara mempunyai kode nama dan kode nomor. Tak seorangpun mengenal dari nama .Kita akan mendiskusikan isu sensitif, bila saudara merasa tak nyaman menjawab pertanyaan yang diajukan, tidak usah dijawab.”
· Kerangka proses VCT– sesi, durasi, prosedur tes.
Misal “Kami melayani orang yang datang ke tempat ini secara sukarela.Kita akan berdiskusi selama 30-45 manit. Jika saudara memutuskan diri untuk melaksanakan tes, saudara menunggu hasilnya dalam waktu ……” Kemudian kita akan bertemu lagi untuk diskusi sebelum dan sesudah saudara menerima hasil tes”
· Catatan medik ditangan konselor [ Formulir pra-tes Client Information Record and Result (CIRR)]
Misal “Pada akhir sesi saya akan menuliskan catatan tentang diskusi kita agar tercatat apa yang kita lakukan untuk digunakan saat diperlukan lagi “
3. Data demografik dan pengumpulan data
4. Apa yang dapat saudara pelajari dari layanan ini ? Informasi ini penting untuk social marketing layanan VCT .
5. Alasan kunjungan.misal mengapa klien memilih tempat layanan ini .
6. Fakta dasar tentang HIV dan AIDS
· Periksa pemahaman tentang HIV/AIDS
· Modus transmisi termasuk penularan ibu-bayi (mother to child transmission (MTCT)
7. Kombinasikan edukasi tentang risiko dan penilaian risiko diri sendiri. Sampaikan isu dibawah ini untuk diskusi masalah sensitif:
Saya memerlukan diskusi tentang beberapa hal pada hari ini yang mungkin secara normal tak akan diskusikan orang lain. Diskusi ini diperlukan karena memungkinkan:
1. Memberikan umpan balik realistik kepada saudara akan risiko terinfeksi- mungkin saudara merasa cemas
2. Memastikan bahwa saudara dan pasangan akan tetap memelihara keamanan diri dikemudian hari- cara hubungan yang berbeda, risiko berbeda juga
3. Melihat masalah kesehatan potensial yang tidak dapat ditangkap oleh alat tes– sehingga mungkin diperlukan tes lainnya
4. Melakukan terapi memadai dan saran perawatan . Ketika hasil tes positif, kita perlu menelusuri kapan saat infeksi masuk tubuh saudara atau adakah infeksi lain yang juga memerlukan terapi.
Sebagaimana saudara lihat ada beberapa alasan sehingga kita perlu berdiskusi secara terbuka meski kadang tidak menyenangkan
.
Dibawah ini saran untuk tata laksana penilaian risiko. Gunakan penilaian rinci risiko klinis pro forma sesuai dengan modul penilaian risiko klinis (Modul 2 sub modul 5.2). Isu budaya dan klinis memberi pengaruh akan berjalannya sesi ini..
· Risiko terpajan– bila, dimana, bagaimana (lihat penilaian risiko klinis )
· Aktivitas seksual dan umur hubungan seks pertama kali [jika tidak ada aktivitas seksual aktif, tanyakan tentang seks oral]
· IMS – Infeksi Menular Seksual – apa jenisnya infeksi sekarang , dalam 3, 6, 9, 12 bulan terakhir atau sebelumnya
· Jumlah pasangan seksual tetap dan tidak tetap
· Penggunaan kondom pasangan seksual tetap dan tidak tetap
· Pendorong risiko – alkohol, napza, stres, kesepian, uang
Risiko pasangan
· Keprihatianan akan pasangan HIV
· Riwayat seksual yang lalu
· Faktor risiko pencetus dari pasangan
· Perjalanan pekerjaan
· Hidup bersama atau terpisah
· Apakah pasangan punya pasangan seksual lainnya
· Pengetahuan status HIV pasangan
· Rencana mendatang dengan pasangan
· IMS pasangan
8. Komunikasi dengan pasangan
· Diskusi tentang HIV dan IMS
· Diskusi tentang pengurangan risiko
· Diskusi tentang test
· Diskusi tentang kondom dan penggunaannya
9. Pengurangan risiko
· Upaya pengurangan risiko [sebelumnya ]
· Detil keberhasilan upaya
· Detil kegagalan upaya atau hambatan
Misal “Apa yang paling sulit dalam pengurangan risiko “
· Nilai ketrampilan penggunaan kondom dan tunjukkan cara penggunaannya
· Lihat ulang pencetus perilaku risiko tinggi
· Pilihan pengurangan risiko
Mis. “Apakah saudara merasa mudah berubah atau mengalami kesulitan. Mengapa?”
· Diskusikan tentang pengurangan risiko dan tes bagi pasangan dan permainan peran
· Simpulkan rencana pengurangan risiko yang telah disetujui
10. Tes HIV
· Ketika klien belum siap tes , katakan bahwa tes merupakan pilihan
· Nilai riwayat tes dan hasilnya
· Terangkan tentang tes HIV dan hasil tes yang dimungkinkan
· Diskusikan arti hasil positif, negatif dan indeterminan
· Diskusikan bagaimana klien bereaksi atas segala hasil
· Diskusikan apa harapan klien akan hasil tes pada hari ini
· Nilailah ide bunuh diri
· Diskusikan keuntungan dan kerugian melakukan tes HIV
· Implikasi hasil tes pada diri sendiri, pasangan dan keluarga
· Ketika klien menginginkan tes, upayakan untuk mengetahui bagaimana perasaan klien jika hasil tesnya diterima
· Jika klien TAK mau diberitahukan hasil tes nya dan simpulkan
Jangan lupa untuk mendiskusikan masa jendela dan kebutuhannya, jika mungkin lakukan tes ulang. Contoh dibawah ini dapat digunakan.
Contoh pengungkapan masa jendela kepada klien :
Ketika HIV masuk dalam tubuh seseorang , tubuh menyadari bahwa virus HIV bukanlah sesuatu yang seharusnya berada dalam tubuh.
Sistem kekebalan tubuh mulai membangun perlawanan untuk membunuh HIV dan melindungi orang itu. Tes darah untuk HIV adalah menangkap adanya antibodi, dan karenanya disebut tes antibodi.
Perlu waktu 12 minggu sesudah infeksi HIV masuk untuk memunculkan antibodi.
Karenanya tes HIV tidak menjamin seseorang tak mempunyai virus HIV dalam tubuhnya, baru setelah 12 minggu tes akan positif. Masa 12 minggu disebut masa jendela.
11. Menilai sistem dukungan
· Siapa yang tahu bahwa klien datang ke layanan VCT?
· Apakah pasangannya tahu?
· Kepada siapa klien mencurahkan isu personalnya ?
· Kepada siapa klien menyampaikan hasil tes HIV negatif atau positif ? (kerabat dekat, pasangan dan lainnya) Mengapa, bila, dimana, bagaimana ?
· Menduga rekasi klien dan penatalaksaan reaksi klien
· Memperkirakan dukungan orang dekat
· Diskusikan atau sediakan informasi hidup sehat dan KIE – diet seimbang, layanan medik, KB, periksa PMS dan terapinya; pencegahan infeksi oportunistik, pencegahan malaria; hindari infeksi berulang, hindari napza termasuk alkohol dan rokok; cukup gerak tubuh dan istirahat; dukungan dan rasa optimis.
Mis “Hidup sehat berarti saudara menjaga kesehatan fisik dan emosi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan berumur panjang”
· Nilai kesiapan klien untuk tes. Jika siap, lakukan persetujuan pelayanan dengan informed-consent.
· Tetapkan kontrak sesi konseling pasca tes sepanjang 20-30 menit.
Dalam Modul 5 sub modul 1 kita akan mendiskusikan bagaimana model VCT dapat diadaptasi pada pelbagai pelayanan seperti konseling pasangan, dan kelompok.
[i] Informed consent –perlunya informed consent adalah bahwa klien benar memahami makna tes dimana antibodi terdeteksi dalam pemeriksaan darah dan cukup informasi tentang apa arti terinfeksi, prosedur, sistem pemeriksaan serta tata cara melaporkan hasil . Klien menyadari akan keuntungan yang dapat diambil dari tes dan mampu mengatasi potensi kesulitan yang mungkin timbul. Hendaknya pemahaman tidaklah menyimpang.
[1] UNAIDS Policy on HIV testing and counselling (1997) http://www.unaids.org/publications/documents/health/counselling/counselpole.html
[2] UNAIDS (1997) Counselling and HIV/AIDS UNAIDS Technical Update. UNAIDS Best Practice Collection. Geneva.
[3] Kalichman, S. (1995) Understanding AIDS A guide to Mental Health Professionals. American Psychological Association. Washington.
[4] O’Connor, M. (Edit) (1997) Treating the Psychological Consequences of HIV Jossey – Bass Publishers.
[5] UNAIDS (2000) Voluntary Counselling and Testing(VCT) UNAIDS Technical Update. UNAIDS Best Practice Collection. Geneva.
Life With HIV/AIDS
|
Mungkin kita baru dinyatakan HIV-positif atau terinfeksi HIV, sudah mengetahui sejak lama, atau kenal dekat dengan seseorang yang terinfeksi HIV atau AIDS. Semua ini berarti kita hidup dengan HIV. Bisa jadi hal ini adalah kesulitan terbesar yang kita alami dalam hidup. Mesti bagaimana sekarang? Yang penting kita mengetahui kita tidak sendirian.
Halaman ini ditulis oleh orang yang juga hidup dengan HIV untuk membagi harapan dengan teman sebaya. Pada awalnya, mungkin isi buku ini terlihat rumit. Tidak perlu terburu-buru. Lambat laun pengertian itu akan kita dapatkan. Tidak ada cara tertentu untuk hidup dengan HIV. Kita akan menjalani dengan cara kita sendiri.
Harapan kami halaman ini dapat membantu teman-teman memahami apa arti hidup dengan HIV. Halaman ini adalah sebuah perkenalan agar kita dapat mulai bertindak lebih positif dan dapat mengambil keputusan tentang bagaimana kita dapat menjaga diri dan kesehatan sebaik-baiknya.
Saya tidak kehilangan martabat saya sebagai manusia hanya karena saya terinfeksi HIV. Saya bangga atas diri saya sendiri, atas usaha saya menghadapi hidup sebaik kemampuan saya. Saya sayang pada diri saya sendiri, dan tidak perlu ada rasa malu atau rasa bersalah yang mengikat langkah saya. Dan bagi saya, jika saya meninggal karena HIV, bukan berarti saya lebih hina dari pada orang yang meninggal karena sakit jantung atau kanker atau yang lainnya. |
Suzana Murni, pendiri Spiritia |
Halaman ini berdasarkan buku kecil Spiritia Hidup dengan HIV. Versi cetak buku ini dapat diperoleh dari Spiritia.
Kita diberi tahu bahwa kita terinfeksi HIV. Ini berarti di dalam tubuh kita terdapat HIV serta antibodi untuk melawan infeksinya. Menjadi terinfeksi HIV bukan selalu berarti kita telah jatuh sakit, menjadi AIDS, atau sekarat. Beberapa orang hidup dengan HIV di dalam tubuhnya bisa sampai sepuluh tahun bahkan lebih.
Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan atau bertindak apa saja. Berikan waktu untuk menjadi lebih nyaman dengan hasil diagnosis. Jangan terlalu memikirkan masa depan – hidup sepenuhnya untuk hari ini.
Semua yang pernah terjadi dalam hidup saya, baik yang bagus, yang biasa-biasa saja, atau yang buruk telah membuat saya semakin kaya wawasan, dan mudah-mudahan juha semakin bijaksana. Hal ini berlaku untuk setiap manusia, bukan? |
Suzana |
Seperti bidang baru lain, HIV mempunyai banyak istilah dan singkatan yang pasti membingungkan pada awal kita terlibat. Bila bertemu dengan istilah atau singkatan yang baru, coba cari penjelasan di daftar istilah.
Satu singkatan yang akan sering muncul adalah Odha. Odha adalah orang yang hidup dengan HIV. Maksudnya dengan ‘hidup dengan HIV’ adalah bahwa kita terinfeksi virus tersebut, tetapi tidak pasti kita sakit, dan sekarang ada harapan yang nyata bahwa kita tidak akan meninggal karena infeksi HIV.
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih parah daripada biasanya.
Sistem kekebalan tubuh kita bertugas untuk melindungi kita dari penyakit apa pun yang setiap hari menyerang kita. Antibodi adalah protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh ketika benda asing ditemukan di tubuh manusia. Bersama dengan bagian sistem kekebalan tubuh yang lain, antibodi bekerja untuk menghancurkan penyebab penyakit, yaitu bakteri, jamur, virus, dan parasit.
Sistem kekebalan tubuh kita membuat antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan kuman yang dilawannya. Ada antibodi khusus untuk semua penyakit, termasuk HIV. Antibodi khusus HIV inilah yang terdeteksi keberadaannya ketika hasil tes HIV kita dinyatakan positif.
Di dalam tubuh kita terdapat sel darah putih yang disebut sel CD4. Fungsinya seperti sakelar yang menghidupkan dan memadamkan kegiatan sistem kekebalan tubuh, tergantung ada tidaknya kuman yang harus dilawan.
HIV yang masuk ke tubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut, dan kemudian menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus. Ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita mudah terserang berbagai penyakit.
Setelah kita terinfeksi, kita tidak langsung sakit. Kita mengalami masa tanpa gejala khusus. Walaupun tetap ada virus di dalam tubuh kita, kita tidak mempunyai masalah kesehatan akibat infeksi HIV, dan merasa baik-baik saja. Masa tanpa gejala ini bisa bertahun-tahun lamanya.
Karena tidak ada gejala penyakit pada tahun-tahun awal terinfeksi HIV, sebagian besar Odha tidak tahu ada virus itu di dalam tubuhnya. Hanya dengan tes darah dapat kita mengetahui dirinya terinfeksi HIV.
Menjalani cara hidup yang baik dan seimbang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan dapat memperpanjang masa tanpa gejala. Cara hidup ini termasuk makan makanan yang bergizi, kerja dan istirahat yang seimbang, olahraga yang teratur tetapi tidak berlebihan, serta tidur yang cukup. Sebaiknya hindari merokok, memakai narkoba dan minum minuman beralkohol yang berlebihan. Jauhkan diri dari stres dan cobalah untuk selalu berpikir positif. Jangan menyalahkan diri – atau pun orang lain – karena kita terinfeksi HIV.
Ketika sistem kekebalan sudah sangat lemah, tubuh kita tidak dapat lagi melawan kuman penyebab penyakit. Kuman ini sangat umum di tubuh kita, dan biasanya tidak menyebabkan penyakit, karena dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Karena kuman tersebut memanfaatkan kesempatan (opportunity) yang diberikan oleh sistem kekebalan tubuh yang rusak, penyakit yang disebabkannya disebut infeksi oportunistik (IO).
Infeksi oportunistik disebabkan oleh berbagai virus, jamur, bakteri dan parasit. Penyakit yang muncul dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh kita, termasuk kulit, paru, mata, dan otak. Beberapa jenis kanker juga dapat diakibatkan oleh infeksi oportunistik.
Infeksi oportunistik dapat diobati. Sebagian infeksi ini juga dapat dicegah dengan memakai obat sebelum penyakit timbul – ini disebut profilaksis. Jika kita pernah mengalami infeksi oportunistik yang sudah diobati, kita juga dapat memakai obat agar infeksi tersebut tidak muncul lagi.
Satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita. HIV membunuh satu jenis sel darah putih yang disebut sel CD4. Sel ini adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan jika ada jumlahnya kurang, sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi.
Jumlah sel CD4 dapat diukur melalui tes darah khusus, yang disebut tes CD4. Jumlah normal pada orang sehat berkisar antara 500 sampai 1.500. Setelah kita terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya turun terus. Jadi jumlah ini mencerminkan kesehatan sistem kekebalan tubuh kita: semakin rendah, semakin rusak sistem kekebalan.
Jika jumlah CD4 turun di bawah 200, ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh kita cukup rusak sehingga infeksi oportunistik dapat menyerang tubuh kita. Ini berarti kita sudah sampai masa AIDS. Kita dapat menahan sistem kekebalan tubuh kita tetap sehat dengan memakai obat antiretroviral (ARV).
Sarana tes CD4 tidak tersedia luas di Indonesia, dan biaya tesnya agak mahal. Karena sel CD4 adalah anggota golongan sel darah putih yang disebut limfosit, jumlah limfosit total juga dapat memberi gambar tentang kesehatan sistem kekebalan tubuh. Tes ini, yang biasa disebut sebagai total lymphocyte count atau TLC, adalah murah dan dapat dilaksanakan hampir di semua laboratorium. Seperti jumlah CD4, semakin rusak sistem kekebalan, semakin rendah TLC. Pada orang sehat, TLC normal adalah kurang lebih 2000. TLC 1.000-1.250 biasanya serupa dengan jumlah CD4 kurang lebih 200.
Diusulkan orang terinfeksi HIV memeriksakan jumlah CD4 atau TLC setiap enam bulan.
Pikiran orang kadang mudah tergoda oleh jumlah CD4 atau TLC, sehingga timbul kecemasan yang tak perlu. Penting kita ingat bahwa jumlah ini hanya sebagian dari cara melihat keadaan kesehatan kita. Gambaran yang utuh dapat dilihat pula melalui gejala yang timbul, kondisi pikiran, mutu hidup, selain berbagai tes. Banyak orang merasa sehat walaupun jumlah CD4 atau TLC-nya rendah.
Ada juga tes yang dapat menunjukkan banyaknya virus yang ada di aliran darah kita, yang disebut viral load. Kebalikan dengan jumlah CD4 atau TLC, semakin rendah viral loadnya, semakin baik.
Tes viral load juga tidak tersedia luas di Indonesia, dan harganya sangat mahal. Namun, tes ini tidak begitu penting, dan hanya ada manfaat jika kita memakai terapi antiretroviral.
Dulu kita sering dengar AIDS disebut sebagai ‘penyakit yang tidak ada obat.’ Ini istilah yang salah! Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati, bahkan dicegah, dengan obat yang tidak terlalu mahal dan tersedia luas. Dan sekarang ada obat yang lebih canggih, yang dapat memperlambat kegiatan HIV menulari sel yang masih sehat. Obat ini disebut sebagai obat antiretroviral atau ARV.
Untuk mengobati HIV, tidak boleh memakai satu jenis obat ini sendiri; agar terapi ini dapat efektif untuk jangka waktu yang lama, kita harus memakai kombinasi tiga macam obat ARV yang berbeda. Terapi ini disebut sebagai terapi antiretroviral atau ART.
ART dulu sangat mahal, tetapi sekarang tersedia gratis untuk semua orang di Indonesia dengan subsidi sepenuhnya oleh pemerintah, melalui sejumlah rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan ARV. Saat ini ada sedikitnya satu rumah sakit rujukan di setiap provinsi. Departemen Kesehatan (Depkes) mempunyai rencana untuk menetapkan rumah sakit rujukan di setiap kabupaten/kota.
ART hanya berhasil jika dipakai secara patuh, sesuai dengan jadwal, biasanya dua kali sehari, setiap hari. Kalau dosis terlupa, keefektifan terapi akan cepat hilang.
Beberapa orang mengalami efek samping ketika memakai ART, terutama pada minggu-minggu pertama penggunaannya. Penting sekali pengguna ART diawasi oleh dokter yang berpengalaman dengan terapi ini.
Untuk informasi lebih lanjut tentang ART, minta buku kecil ‘Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?’ dari Spiritia.
Terapi penunjang atau sering disebut terapi tradisional adalah terapi tanpa obat-obatan kimiawi. Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan mutu hidup, dan menjaga diri agar tetap sehat. Terapi ini juga dapat melengkapi terapi antiretroviral, terutama untuk menghindari efek samping. Dapat juga menjadi pilihan jika kita tidak ingin atau tidak dapat memperoleh ART.
Yang termasuk terapi penunjang antara lain adalah penggunaan ramuan tradisional, tumbuh-tumbuhan, jamu-jamuan, pengaturan gizi pada makanan, dan penggunaan vitamin serta suplemen zat mineral.
Juga termasuk dalam terapi ini adalah yoga, akupunktur, pijat, refleksi, olahraga, dan musik. Terapi secara psikologis, spiritual atau agama, dan emosional juga dapat membantu. Termasuk di sini antara lain konseling, dukungan sebaya, dan meditasi.
Dengan memeriksakan diri secara teratur (sebaiknya sedikitnya setiap enam bulan), kita dapat terus mengetahui keadaan kesehatan kita. Melalui tes darah (TLC, dan CD4 jika mungkin), serta pemeriksaan oleh dokter, kita dapat melihat sejauh mana HIV mempengaruhi sistem kekebalan tubuh kita.
Dokter memberi saran tentang perawatan bagi kita, tetapi kita sendirilah yang memutuskan untuk mengikuti atau tidak. Semakin banyak pengetahuan kita tentang HIV dan terapinya, semakin baik persiapan kita untuk membahasnya dengan dokter dan untuk mengambil keputusan. Dalam hal hidup dengan HIV, jadilah pasangan kerja yang berpengetahuan bagi dokter kita sendiri.
Hubungan yang baik antara dokter dan pasien sangatlah penting. Yang terpenting adalah rasa percaya. Kita perlu perasaan nyaman dan terdukung ketika membicarakan masalah kesehatan kita dengan dokter. Beri tahu dokter jika ada obat-obatan lain, termasuk jamu-jamuan, yang kita minum. Bertanyalah tentang obat atau perawatan yang diberikan pada kita. Jika kita tidak merasa nyaman dan percaya pada dokter kita, boleh saja mencari dokter lain. Jika merasa perlu mendengar pendapat dokter lain atau ingin bertemu dengan spesialis, bahaslah dengan dokter kita dan mintalah bantuannya untuk mengatur hal ini.
Pasien berdaya pasti harus tahu mengenai infeksi, cara kerjanya dan pengobatannya. Manfaatkan informasi yang ada di situs ini untuk belajar dan cari informasi terkini. Minta buku kecil dan seri lembaran informasi dari Spiritia. Pakailah forum tanya-jawab anonim untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan mengenai kesehatan dan pengobatan terkait HIV. Bagi rasa di Forum Spiritia. Ikuti kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk Odha setempat.
Namun kita harus sadar bahwa ilmu HIV berkembang sangat cepat, dan sering kali informasi yang benar dua tahun yang lalu sudah tidak berlaku lagi sekarang. Lihat tanggal informasi diterbitkan, dan bila sudah kedaluwarsa, coba cari yang lebih mutakhir. Dan ambil sikap sangat berhati-hati mengenai informasi yang diperoleh dari internet (termasuk situs Spiritia, loh!); tidak semuanya benar, ada yang dimuat oleh orang yang tidak berpengetahuan atau yang mempunyai kepentingan sendiri.
Ketika baru didiagnosis terinfeksi HIV atau AIDS, kita kadang merasa keinginan yang amat sangat untuk membagi kabar ini dengan seseorang yang dekat dengan kita: keluarga, teman, bahkan atasan kerja kita. Setelah memberi tahu orang lain, beberapa orang mendapatkan reaksi yang positif dan bermanfaat, tetapi ada juga yang mendapatkan kekecewaan atau malah lebih buruk dari itu.
Kita harus benar-benar yakin bahwa orang yang akan kita beri tahu dapat dipercaya. Yang dapat membantu adalah berbicara lebih dahulu dengan seseorang dari kelompok dukungan sebaya – yang pernah mengalami hal yang serupa, sampai kita merasa cukup nyaman untuk membagi rahasia dengan orang lain.
Orang yang penting untuk diberi tahu adalah pasangan kita, karena hal ini ada hubungan dengan dia juga. Walaupun status HIV seseorang dapat membuat sebuah hubungan yang baik menjadi terganggu, jangan selalu berprasangka hubungan itu lalu akan hancur karenanya.
Menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini memang selalu sulit. Buku kecil ini mungkin bisa membantu dalam menerangkan. Spiritia serta kelompok dukungan sebaya yang lain selalu bersedia membantu dalam proses ini dan dapat memberikan saran serta bimbingan. Spiritia juga dapat mendampingi dalam proses yang lebih sulit, yaitu memberi tahu anak-anak kita.
Tes HIV hanya boleh dilakukan jika ada persetujuan dari kita sendiri dengan disertai konseling (pemberian informasi yang lengkap) sebelum dan sesudah tes. Lagi pula, hasil tes harus dirahasiakan. Hanya ada kewajiban untuk melaporkan kasus jika sudah di masa AIDS. Laporan tersebut hanya harus mencantumkan jenis kelamin dan usia, tanpa identitas lain. Status HIV sifatnya rahasia bagi orang selain kita dan dokter atau konselor kita; kitalah yang dapat memutuskan jika ada orang lain (termasuk keluarga) yang ingin kita mengetahui.
Dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS Indonesia disebutkan sebagai salah satu asas dasar bahwa setiap pemberi layanan berkewajiban memberi layanannya kepada orang dengan HIV atau AIDS tanpa membeda-bedakan. Indonesia juga ikut menandatangani Deklarasi Paris Desember 1994, yang menunjukkan janji mendukung orang dengan HIV/AIDS, mendukung antidiskriminasi, hak asasi manusia, serta asas-asas yang etis untuk menjadi bagian dari upaya penanggulangan AIDS.
Jika kita merasa hak kita dilanggar, coba melaporkan ke Spiritia. Semua laporan tersebut akan dijaga kerahasiaan, dan hanya akan ditindaklanjuti dengan persetujuan dari yang bersangkutan dan dengan cara yang tidak menimbulkan risiko padanya.
Mereka bersikap diskriminatif karena ketidakmengertian pada masalah yang sesungguhnya. Sejalan dengan pengalaman, saya makin lama makin menyadari bahwa sebenarnya kepercayaan itu begitu kecil dan rapuh, seperti cahaya lilin di tempat berangin. |
Saya sangat ingin melihat orang melihat dan berkomunikasi kepada orang terinfeksi HIV dengan cara yang sama mereka melakukannya kepada orang dengan flu. Maksud saya tanpa rasa takut, diskrimisai atau menghakimi. |
Suzana |
Kita tidak perlu berhenti berhubungan seks hanya karena kita terinfeksi HIV, tetapi yang penting kita harus melakukannya secara aman.
Seks melalui vagina dan dubur dapat mengakibatkan kulit atau selaput alat kelamin luka atau lecet. Seks yang aman berarti menghindari agar darah, air mani, atau cairan vagina yang terinfeksi HIV tidak masuk ke tubuh pasangan kita melalui luka atau lecet tadi. Ini berarti kita harus memakai kondom setiap kali bersanggama. Pada seks oral (memakai mulut), walaupun risikonya kecil, perlu diperhatikan bahwa luka atau radang pada mulut dan gusi dapat menjadi jalan masuk HIV.
Pasti tidak ada satu pun orang di antara kita yang ingin agar pasangan kita mengalami nasib seperti kita. Pasti kita ingin agar virus di tubuh kita tidak menular pada orang lain. Oleh karena itu, diluncurkan prakarsa ‘HIV Stop di Sini’, untuk memotong rantai penularan HIV.
Memang ada banyak tantangan terkait ‘HIV Stop di Sini’, yang dapat sulit dihadapi. Namun ada banyak manfaat buat kita bila kita berupaya untuk mendukung prakarsa ini, termasuk kesempatan untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai Odha.
- Melindungi diri kita dari infeksi menular seksual misalnya gonore (GO) atau sifilis, yang akan mempengaruhi kesehatan kita
- Melindungi pasangan seks kita dari HIV
- Jika pasangan kita juga HIV-positif, seks aman dapat menghindari kita terinfeksi ulang dengan tipe atau jenis HIV yang lain
Memakai kondom dengan benar termasuk seks yang aman. Kondom yang dipakai secara benar adalah efektif untuk menghindari masuknya air mani, cairan vagina, atau darah ke dalam tubuh kita atau pasangan kita saat berhubungan seks. Jadi bukan sekadar menghindari kehamilan saja. Virus juga tidak dapat lewat atau menembusi kondom yang kondisinya baik.
Perhatikan tanggal kedaluwarsa yang tertera pada bungkus kondom. Waktu membuka bungkusnya, perhatikan jangan sampai kondom ikut tersobek. Pakai kondom begitu ereksi terjadi. Setelah ejakulasi, lepaskan kondom ketika penis masih tegang untuk menghindari air mani tumpah ke luar. Ikat kondom yang sudah terpakai dan buang di tempat sampah. Pakai kondom baru tiap kali berhubungan seks.
Jika memakai pelicin, pakai yang berbahan dasar air, misalnya KY Jelly, Aquagel atau Sutra lubricant. Jangan memakai pelicin yang mengandung minyak, misalnya baby oil atau krim pelembab tubuh, karena pelicin ini dapat mengakibatkan kondom rusak.
Belum banyak dilakukan penelitian ilmiah mengenai HIV dan AIDS secara khusus pada perempuan. Walaupun begitu, kita tetap dapat memberi perhatian lebih pada hal-hal mengenai kesehatan perempuan. Beberapa gangguan kandungan (ginekologis) yang patut diperhatikan di antaranya:
- Radang jamur kandida dapat timbul di vagina yang mengakibatkan rasa tidak nyaman, gatal, selain lelah. Menghindari makanan dengan ragi dan gula berlebihan dapat membantu memulihkan radang ini.
- Masa haid yang tidak teratur dapat terjadi terkait HIV, terutama jika tingkat kesehatan kita sudah rendah. Jika terjadi, sebaiknya dibahas dengan dokter.
- Tes Pap (Pap smear) adalah tes yang dapat menemukan adanya sel-sel penyebab kanker leher rahim. Tes Pap dianjurkan dilakukan secara teratur sedikitnya setiap tahun. Hasil tes yang menunjukkan kelainan dapat segera mendapatkan tindak lanjut sehingga tumbuhnya kanker dapat dihindari. Hasil yang tidak normal dapat juga menandakan infeksi vagina.
Menjadi terinfeksi HIV tidak sama sekali mengurangi hak kita untuk mendapatkan keturunan. Namun pasti ada beberapa keraguan yang muncul terkait mempunyai anak.
Perempuan yang HIV-positif mungkin memikirkan bersama suami/pasangan tentang kehamilan, atau mungkin sedang hamil. Banyak perempuan mengkhawatirkan risiko bayinya tertular HIV. Ada juga kekhawatiran tentang pengaruh bagi kesehatan sang ibu sendiri, walaupun penelitian baru tidak sepenuhnya mendukung dugaan ini.
Perempuan dengan HIV tidak perlu merasa gagal atau tidak sempurna. Walaupun ada hal-hal yang harus dipertimbangkan secara matang ketika merencanakan kehamilan, risiko bayi juga menjadi terinfeksi HIV adalah di bawah 30%. Risiko ini dapat diturunkan dengan memakai obat. Sebaiknya kita mencari informasi lebih lanjut jika kita mempertimbangkan memperoleh keturunan atau sedang hamil.
Keputusan mengenai kehamilan adalah keputusan kita sendiri, bersama pasangan kita. Dalam konseling, jangan sampai kita merasa dipaksa untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan. Menjadi terinfeksi HIV tidak mempengaruhi atau mengubah hak kita.
Semua bayi yang lahir dari ibu yang HIV-positif memiliki antibodi terhadap HIV dari ibunya. Walaupun begitu, tidak berarti semua bayi tersebut telah terinfeksi HIV. Status HIV bayi yang sebenarnya bisa terlihat paling lambat waktu usianya 18 bulan.
Banyak dari kita yang berhubungan dengan dukun atau orang pintar. Kita tidak boleh menolak kemungkinan adanya keajaiban, tetapi belum pernah tercatat bahwa AIDS dapat disembuhkan – dengan cara apa pun. Kabar bahwa ada orang dengan AIDS yang telah disembuhkan, setelah diteliti, ternyata salah.
Berpikirlah masak-masak dan dengan hati-hati jika ada yang menawarkan penyembuhan. Sebelum kita bersenang hati telah dinyatakan disembuhkan, periksalah darah kita untuk membuktikannya. Penyembuhan palsu lebih berbahaya dan lebih menghancurkan akibatnya daripada belajar menjalani hidup dengan HIV ini.
Seseorang yang kondisi kesehatannya kurang baik kadang merasa bahwa ia tidak boleh memelihara binatang. Walaupun memang binatang dapat membawa penyakit, melepaskan persahabatan dengan binatang yang disayangi tidak selalu diharuskan. Kasih sayang yang terjalin antara kita dengan binatang peliharaan bermanfaat bagi kita secara emosional maupun fisik.
Pertimbangkan antara manfaat dan risiko dari memelihara binatang. Risikonya adalah tertular virus, bakteri atau parasit yang mungkin hidup pada binatang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika kita hidup dengan binatang peliharaan. Yang terpenting adalah kebersihan, yaitu kebersihan binatang tersebut, kita sendiri, dan lingkungan tempat tinggal. Berhati-hatilah jika membersihkan kotorannya; jangan sampai menyentuh langsung, atau mintalah bantuan orang lain.
Kita tidak bisa menularkan HIV pada binatang peliharaan kita. Sebaliknya binatang tidak bisa menularkan HIV ke orang lain. Jika kondisi kita sedang tidak begitu sehat, ada baiknya kita kenal seseorang yang dapat mengurus binatang kesayangan kita. Membahas dengan dokter tentang apa saja yang harus kita melakukan agar kita dan binatang kita tetap sehat.
Dukungan sebaya adalah dukungan yang didapat dari atau diberikan oleh orang yang pernah atau juga sedang mengalami hal yang sama dengan kita.
Berada bersama dengan mereka (disebut “kelompok dukungan sebaya” atau KDS), kita akan merasakan suasana yang terjaga kerahasiaannya dan tidak menghakimi. Kita dapat berbincang-bincang tanpa harus menyembunyikan status HIV kita, berbagi perasaan, pikiran, dan pengalaman, serta bertukar informasi yang ada hubungan dengan HIV/AIDS.
KDS juga dapat menjadi wadah bagi kita yang ingin terlibat dalam kegiatan seperti mengupayakan untuk kepentingan Odha, dan ambil bagian dalam acara, baik sebagai pembicara maupun peserta.
Ada lebih dari 200 KDS di seluruh Indonesia, dengan harapan akan dibentuk KDS di setiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Untuk daftar KDS yang terakhir, klik di sini.
Kelompok dukungan sebaya sebenarnya salah satu terapi nonmedis. Berbagi masalah dan berpikir serta mencari jalan keluar bersama sudah kita kenal sejak lama, dan dapat membuat orang tertolong secara emosional dan secara praktis. |
Ada kelompok yang khusus bagi orang terinfeksi HIV saja, ada pula yang melibatkan orang-orang dekat seperti keluarga, teman, ataupun juga melibatkan relawan. |
Tidak ada rumus khusus untuk membentuk kelompok dukungan, namun ada satu prinsip yang sudah dibuktikan berkali-kali. Cara yang sudah terbukti dapat menjawab kebutuhan orang terinfeksi HIV di dalam kelompok itu dan memastikan efektifitas keberadaan kelompok ini adalah merancang program dan bentuk kelompok yang berpusat pada klien, yaitu orang terinfeksi HIV yang menjadi anggotanya. Rancang program, kegiatan, dan bentuknya dengan memperhitungkan kapasitas dan keterbatasan serta realita kelompok itu sendiri. |
Tantangan yang utama adalah kesulitan orang terinfeksi HIV mengakses atau menghubungi satu sama lain. Membangun kontak dan rasa percaya sulit, dimana diperlukan bantuan pihak luar seperti konselor, dokter, klinik, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). |
Suzana |
Kalau kita ‘kena’ penyakit apa saja, kita cenderung ingin langsung diobati. Tetapi seperti sudah dibahas, kita dapat hidup bertahun-tahun dengan HIV tanpa mengalami masalah kesehatan apa pun, dan selama masa tanpa gejala itu, HIV kita umumnya tidak diobati.
Walau begitu, sebaiknya kita secepatnya mengunjungi dokter yang berpengalaman dengan HIV, untuk pemeriksaan awal. Cara terbaik untuk menemukan dokter adalah dengan pergi ke rumah sakit rujukan ARV, yang sekarang tersedia di semua provinsi. Kalau kita sudah melibatkan diri dengan kelompok dukungan sebaya (KDS), teman-teman di KDS dapat membantu kita bertemu dengan dokter yang cocok.
Pada pemeriksaan awal, dokter akan menanyakan mengenai riwayat kita, akan melakukan pemeriksaan fisik, dan akan merujuk kita ke laboratorium untuk dilakukan beberapa tes, termasuk tes darah. Tes darah ini kemungkinan akan termasuk tes CD4. Pemeriksaan awal ini menyediakan informasi mengenai kesehatan kita secara umum, dan juga menunjukkan stadium penyakit kita.
Tergantung pada jumlah CD4 dan stadium infeksi, mungkin kita dianggap memenuhi kriteria untuk mulai terapi antiretroviral (ART). ART tersedia gratis untuk semua orang di Indonesia yang memenuhi kriteria tersebut melalui rumah sakit rujukan. Namun kemungkinan ada biaya pendaftaran, dan mungkin biaya lain, walau dengan Jamkesmas kemungkinan ada keringanan.
Dan walau kita belum membutuhkan ART, sebaiknya kita tetap periksa ke dokter setiap enam bulan, agar kesehatan kita dapat dipantau, dan kita dapat mulai ART sebelum kita jatuh sakit dengan infeksi oportunistik yang berat.
Spiritia didirikan sebagai organisasi dukungan sebaya untuk semua orang yang hidup dengan HIV/AIDS dan yang terpengaruh HIV/AIDS (misalnya keluarga, pasangan atau pendamping Odha yang lain), tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, kepercayaan, latar belakang pendidikan dan ekonomi, serta orientasi seksual. Saat ini, Spiritia lebih bekerja sama dengan KDS di seluruh Indonesia.
Spiritia didirikan berdasarkan asas pemberdayaan orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Tujuan adalah agar kita dapat benar-benar terlibat dalam kehidupan kita sendiri, kesehatan kita sendiri, dan upaya penanggulangan HIV/AIDS secara lebih luas. Dengan pemberdayaan ini, hidup kita menjadi lebih berarti.
Yang penting bukanlah yang sudah hilang |
Yang penting adalah yang masih ada |
Ketika kita pikir kita telah kehilangan segalanya |
Ingatlah, masih tertinggal masa depan |
Jangan hilang semangat untuk menjalaninya, kawan! |
Edit terakhir: 14 April 2009
( By : yayasan HIV/AIDS )
Langganan:
Postingan (Atom)